Kuasa hukum Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan perintangan penyidikan. Ia diduga mengarahkan Lukas Enembe agar tidak bersikap kooperatif mengikuti proses hukum di KPK pada perkara yang menjeratnya.
Plt. Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur, mengatakan perbuatan tersebut dilakukan Roy Rening atas inisiatif pribadi. Sehingga, KPK sejauh ini hanya menetapkan satu orang pengacara Lukas Enembe sebagai tersangka perintangan penyidikan.
"Itu memang adalah perbuatan pribadi. Jadi, yang kita lihat tersebut adalah pertanggungjawaban pribadi, pertanggungjawaban perorangan yang dilakukan oleh saudara RR (Roy Rening)," kata Asep kepada wartawan, Selasa (9/5).
Asep menuturkan, KPK mengkaji tiap langkah yang diambil kuasa hukum Lukas Enembe dalam mengusut perkara korupsi yang menjerat Gubernur Papua nonaktif tersebut. Meski belum dibeberkan lebih lanjut, perbuatan Roy dinilai berperan dalam merintangi penyidikan perkara Lukas Enembe.
"Kami juga melihat apa yang dilakukan oleh masing-masing personal, dan mana yang masuk kategori-kategori yang melanggar pidana tentunya," ujar Asep.
Hari ini, Roy Rening dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi berupa suap proyek infrastruktur di Papua. Ia mengaku akan menyerahkan bukti yang diklaim dapat membuktikan dirinya tidak melakukan tindak pidana yang disangkakan.
KPK menetapkan Roy sebagai tersangka usai memperoleh bukti permulaan yang cukup. Indikasi perintangan yang diduga dilakukan Roy, yakni memberikan advice pada Lukas Enembe agar bersikap tidak kooperatif dalam proses hukum yang dilakukan KPK.
"Berdasarkan kecukupan alat bukti yang KPK miliki, saat ini telah meningkatkan pada proses penyidikan baru dengan menetapkan satu orang pengacara sebagai tersangka dalam dugaan korupsi menghalangi proses penyidikan," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (3/5).
Terkait hal ini, KPK juga telah mengajukan permintaan cegah ke luar negeri terhadap Roy ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ia dicegah selama enam bulan ke depan, terhitung sejak 12 April hingga 12 Oktober 2023.