Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan pertama kalinya untuk kasus pencucian uang dengan tersangka korporasi, yang melibatkan Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad.
"Selama ini penyidikan selalu kami kenakan pada orang, bukan korporasi," ucap Laode Muhammad Syarif, Wakil Ketua KPK dalam konferensi persnya di Gedung Merah Putih, Jumat (18/5).
Kerugian negara, imbuhnya, akibat tindak pencucian uang ini relatif banyak. MYF bersama HA menerima hadiah atau janji berupa fee proyek sebesar 5-7% dari nilai proyek.
Proyek yang dibagikan ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus infrastruktur APBN sebesar Rp100 miliar. Proyek tersebut dibagikan kepada tersangka KML sebesar Rp36 miliar untuk pembangunan RSUD Prembun, tersangka HA dan PT Tradha milik Bupati Kebumen sebesar Rp40 miliar, serta kontraktor lain sebesar Rp20 miliar.
PT Tradha yang merupakan milik Bupati Kebumen mengikuti lelang pengadaan proyek dengan meminjam lima bendera perusahaan lain untuk menyamarkan identitas. "Jadi seolah-olah bukan PT Tradha yang mengikuti lelang," ucap Laode.
PT Tradha oleh KPK disangkakan melanggar pasal 4 dan/atau pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
Dalam kurun waktu 2016-2017, PT Tradha, yang meminjam bendera lima perusahaan lain itu, memenangkan delapan proyek di Kabupaten Kebumen dengan total nilai sebesar Rp51 miliar.
PT Tradha juga menerima uang dari kontraktor yang seolah-olah dianggap sebagai utang yang setidaknya senilai Rp3 miliar. Uang-uang tersebut kemudian bercampur dengan sumber lain dalam pencatatan keuangan PT Tradha, sehingga menguntungkan perusahaan ini.
"Uang tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran dan kepentingan pribadi MYF," tutur Laode.
Sementara ini sejak proses penyidikan dilakukan, PT Tradha telah mengembalikan uang dalam proses penitipan uang dalam rekening penampungan KPK sejumlah Rp6,7 miliar.