Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi anggota DPRD Kota Makassar, Erik Horas, mengenai terkaan aliran uang. Penyelisikan terkait dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulawesi Selatan atau Sulsel tahun anggaran 2020-2021.
Pelakasana tugas (Plt) Juru Bicara bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, Erik diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka sekaligus Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan pengetahuan saksi mengenai dugaan adanya aliran sejumlah uang ke berbagai pihak, salah satunya kepada tersangka NA (Nurdin Abdullah) melalui tersangka ER (Edy Rahmat)," ujarnya, Jumat (9/4).
Edy merupakan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel. KPK menduga dia menjadi perantara suap dalam kasus ini.
Menurut Ali, penyidik juga memeriksa dua pihak swasta. Masing-masing, Nuwardi dan A. M. Prakasi. Keduanya dikonfirmasi terkait dugaan aliran uang kepada berbagai pihak.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah dana ke berbagai pihak dari pelaksanaan berbagai proyek di Pemprov Sulsel yang salah satunya kepada tersangka NA melalui tersangka ER," ucapnya.
Dalam kasus ini, lembaga antikorupsi telah menetapkan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto, sebagai tersangka pemberi beselan. Dia diduga kasih duit kepada Nurdin melalui Edy sebanyak Rp2 miliar.
Adapun KPK menduga Nurdin menerima Rp5,4 miliar. Selain dari Agung, sisanya diterka dari kontraktor lain, yakni pada akhir 2020 Rp200 juta, awal Februari 2021 Rp2,2 miliar, dan pertengahan Februari 2021 Rp1 miliar.
Sebagai penerima, Nurdin dan Edy diterka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.