Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan eks Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo II (Persero), Richard Joost Lino (RJL). Lino merupakan tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di PT Pelindo II 2010.
"KPK tentu siap hadapi permohonan praperadilan dimaksud," kata Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Senin (26/4).
Ali meyakini KPK telah menjalankan proses penyidikan maupun penahanan sesuai mekanisme hukum. Lebih lanjut, melalui Biro Hukum, lembaga antisuap bakal menyusun jawaban dari gugatan dimaksud.
"KPK melalui Biro Hukum segera susun jawaban dan akan menyampaikannya di depan sidang permohonan praperadilan dimaksud," jelasnya.
RJ Lino mendaftarkan gugatan praperadilan pada 16 April 2021 dengan nomor perkara 43/Pid.Pra/2021/PN JKT.SEL. Sidang perdana dijadwalkan pada 4 Mei 2021.
Dalam kasusnya, Lino diterka menunjuk langsung Wuxi Hua Dong Heavy Manchinery Co Ltd (HDHM) untuk mengerjakan proyek QCC Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Palembang, dan Pelabuhan Pontianak. Namun, penunjukan perusahaan asal China itu diduga bermasalah.
Menurut KPK, dalam pembayaran uang muka Pelindo II terhadap HDHM, Lino diduga menandatangani berkas pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan Direktur Keuangan. Jumlah uang muka yang dibayarkan US$24 juta yang dicairkan bertahap.
Lembaga antisuap memperoleh data dugaan kerugian keuangan negara dalam pemeliharaan tiga QCC sebesar US$22.828,94. Sementara pembangunan dan pengiriman barang tiga unit QCC, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak menghitung nilai kerugian negara yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman tiga unit QCC tidak diperoleh.
Atas perbuatannya, Lino sangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.