Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah rampung melakukan penggeledahan pada dua lokasi berbeda di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Selasa (28/3).
Penggeledahan terkait dugaan korupsi di lingkungan Pemkab Kapuas. Perkara ini menjerat Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat dan istrinya yang merupakan anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Nasdem Ary Egahni Ben Bahat.
"Tim penyidik telah selesai melakukan penggeledahan di dua lokasi berbeda yang ada di Kabupaten Kapuas, Kalteng. Lokasi dimaksud yaitu, rumah kediaman pribadi tersangka BBSB dan Kantor Bupati Kapuas," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (29/3).
Ali menuturkan, tim penyidik menemukan sejumlah bukti dari hasil penggeledahan. Salah satunya, berupa dokumen yang memuat peran para tersangka dalam praktik korupsi yang dilakukan.
"Ditemukan dan diamankan bukti antara lain berupa dokumen-dokumen yang dapat menerangkan dugaan perbuatan para tersangka," ujar Ali.
Hasil penggeledahan akan didalami tim penyidik. Seluruh dokumen bakal dianalisis dan segera disita sebagai barang bukti guna kelengkapan berkas perkara.
"Dan akan dikonfirmasi pada para saksi yang dipanggil oleh tim penyidik," tuturnya.
Ben dan Ary merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan anggaran seolah-olah utang kepada penyelenggara negara dan penerimaan suap di lingkungan Pemkab Kapuas. Keduanya telah ditahan di Rutan KPK selama 20 hari pertama hingga 16 April 2023.
Perkara ini berawal dari suap berupa fasilitas, barang mewah, dan uang kepada Ben Brahim dan Ary Egahni dari berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemkab Kapuas dan swasta. Salah satu sumber uang untuk Ben dan Ary berasal dari berbagai pos anggaran resmi SKPD Pemkab Kapuas.
Fasilitas hingga dan uang tunai tersebut untuk memenuhi kebutuhan pribadi keduanya, seperti biaya operasional saat Pemilihan Bupati (Pilbup) Kapuas dan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalteng. "Termasuk untuk keikutsertaan AE, yang merupakan istri BBSB, dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di tahun 2019," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Selasa (28/3).
Ben Brahim juga diduga menerima sejumlah uang dari pihak swasta terkait pemberian izin lokasi perkebunan di Kapuas. Politikus Partai Golkar ini disebutkan meminta swasta menyiapkan massa saat dirinya dan istrinya menjadi kontestan pemilihan umum (pemilu). Uang hasil praktik korupsi itu pun disinyalir untuk membayar lembaga survei.
"Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE, sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 miliar, yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," tutur Johanis.
Atas perbuatannya, Ben Brahim dan Ary Egahni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.