Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan sejumlah barang bukti tambahan dari hasil penggeledahan yang dilakukan di beberapa lokasi di Provinsi Papua pada Selasa (7/2).
Penggeledahan ini terkait perkara dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Papua yang menyeret Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe sebagai tersangka.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menuturkan, titik lokasi penggeledahan dilakukan di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Papua serta kediaman beberapa pejabat daerah setempat.
"Pada lokasi dimaksud, ditemukan dan diamankan bukti antara lain berbagai dokumen proyek termasuk alat elektronik berupa perangkat CCTV yang diduga memiliki kaitan dengan perbuatan tersangka LE (Lukas Enembe) dan kawan-kawan," kata Ali dalam keterangan resmi, Rabu (8/2).
Adapun dalam perkara ini, KPK juga telah memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya adalah seorang tukang cukur rambut bernama Budi Hermawan alias Beni. Beni menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Lukas Enembe.
"Saksi dimaksud kemudian didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan ada perintah tersangka LE untuk ke Singapura. Didalami juga terkait aliran uang tersangka LE," ujar Ali.
Selain itu, hari ini tim penyidik juga memeriksa sejumlah saksi pada perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Papua tersebut. Pemeriksaan dilakukan di Polda Papua terhadap notaris atas nama Halien Somalay, staf Badan Pertanahan Kota Jayapura Roy, dan pensiunan bernama Muhammad Markum.
Sebelumnya, tim penyidik KPK juga menyita satu unit mobil jenis Toyota Fortuner. Penyitaan dilakukan setelah pemeriksaan saksi terkait perkara ini. Diungkapkan Ali, tim penyidik akan terus melakukan pengumpulan alat bukti, termasuk melakukan penelusuran aset dalam proses penanganan perkara ini.
Diketahui, selain Lukas, dalam perkara ini KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka sebagai tersangka. Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka.
Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Temuan lain KPK menduga Lukas juga telah menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar.
Sebagai pemberi, Rijatono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas, sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.