Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Labuhanbatu Utara, Kharuddin Syah (KSS) dan Puji Suhartono (PJH) dari pihak swasta. Dua orang tersebut, merupakan tersangka dugaan rasuah terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN Perubahan 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, mengatakan, untuk kepentingan penyidikan Kharuddin dan Puji ditahan selama 20 hari sejak 10 November 2020. Langkah itu, diambil setelah memeriksa 45 saksi dan para tersangka.
"Tersangka KSS di Rutan Polres Jakarta Pusat. Tersangka PJH di Rutan Polres Jakarta Timur," ujarnya dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa (10/11).
Lili menjelaskan, perkara ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan 2018 yang diawali dengan operasi tangkap tangan (OTT) pada Mei 2018. Dalam giat senyap, KPK mengamankan duit Rp400 juta dan menetapkan enam tersangka.
Mereka adalah eks anggota DPR Amin Santono dan Sukiman serta Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan serta Pemukiman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.
Lalu, Pelaksana tugas atau penanggung jawab Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak Papua Natan Pasomba, kontraktor Ahmad Ghiast, dan pihak swasta Eka Kamaluddin.
"Keenamnya, telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi," ucapnya. Pada kasus ini, Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman juga ditahan KPK sejak, Jumat (23/10).
Dalam perkaranya, pada 10 April 2017 Pemerintah Kab. Labuhanbatu Utara mengajukan DAK 2018 melalui program e-planning senilai Rp504.734.540.000. Selaku Bupati Kharuddin menugaskan, Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Agusman Sinaga untuk menemui Yaya dan Rifa Surya di Jakarta untuk membahas potensi anggaran dan meminta bantuan.
"Atas permintaan tersebut, Yaya Purnomo dan Rifa Surya bersedia untuk membantu serta menyampaikan adanya fee yang harus disediakan sebesar 2% dari dana yang diterima," ujar Lili.
Selanjutnya Mei 2017, tiga orang tersebut bertemu kembali di Hotel Aryaduta Jakarta. Pertemuan dalam rangka menanyakan perkembangan dari pengajuan DAK 2018 serta potensi yang diperoleh. Pada Juli 2017, Yaya dan Rifa memberitahu Agusman kalau pagu indikatif DAK Labuhanbatu Utara sebesar Rp75,2 miliar.
Selanjutnya, imbuh Lili, Juli atau Agustus 2017 tiga orang tersebut kembali melakukan pertemuan di hotel kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Pada agenda itu, Yaya dan Rifa diduga menerima uang dari Kharuddin melalui Agusman sebesar SGD80.000. Setelah Kemenkeu mengumumkan Labuhanbatu Utara memperoleh DAK 2018, Yaya dan Rifa kembali dapat duit SGD120.000 dari Kharuddin melalui Agusman.
Pada Januari 2018, Rifa memberitahu anggaran DAK 2018 untuk pembangunan RSUD Aek Kanopan Rp30 miliar belum dapat di-input dalam sistem Kemenkeu. Situasi itu, Yaya teruskan kepada Agusman sekaligus meminta fee Rp400 juta. "Atas permintaan fee tersebut kemudian Agusman Sinaga melaporkan kepada KSS dan disetujui," jelas Lili.
Perkembangan selanjutnya, tambah Lili, pada April 2018 Yaya dan Rifa kembali bertemu Agusman di Jakarta. Dalam agenda itu diduga ada pemberian uang dari Kharuddin melalui Agusman senilai SGD90.000 secara tunai dan transfer Rp100 juta ke rekening Puji.
"Dugaan penerimaan uang oleh tersangka PJH tersebut terkait pengurusan DAK pada APBN 2018 untuk Kabupaten Labuhanbatu Utara," ungkapnya.
Atas perbuatannya, Kharuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal (5) ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Puji disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 juntco Pasal 65 KUHP.