Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyarankan Presiden Joko Widodo untuk ambil alih kewenangan pejabat pembina kepegawaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jika lembaga antirasuah tak menjalankan tindakan korektif dan rekomendasi yang diberikan. Hal ini, berkaitan malaadministrasi peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara atau ASN.
Saran kepada Jokowi berlaku apabila dua tahap tidak dijalankan KPK dan Badan Kepegawaian Negara atau BKN. Pertama, terkait melaksanakan tindakan korektif yang salah satunya kepada KPK adalah mengalihkan 75 pegawai yang dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan atau TWK menjadi ASN.
"Jika dalam 30 hari tindakan korektif itu tidak dilaksanakan, dan ORI tentu akan melakukan monitoring, maka kepada KPK dan BKN akan diberikan rekomendasi. Dan itu wajib dilaksanakan 60 hari ke depan setelah 30 hari tindakan korektif tadi," kata Anggota ORI Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers, Rabu (21/7).
Selain saran ambil alih, ORI menilai, Jokowi perlu juga membina Ketua KPK, Firli Bahuri; Kepala BKN, Bima Haria Wibisana; Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly; Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), Adi Suryanto; dan Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo. Lima pimpinan itu dalam pemeriksaan ORI terlibat TWK KPK.
"Kedua presiden perlu melakukan pembinaan terhadap Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, Menkumham serta Menpan RB bagi perbaikan kebijakan dan administrasi kepegawaian yang berorientasi kepada asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik," jelasnya.
ORI menyarankan agar Kepala Negara juga perlu melakukan monitoring terhadap tindakan korektif kepada BKN. Hal ini terkait penyusunan peta jalan manajemen kepegawaian, khususnya mekanisme, instrumen, dan penyiapan asesor peralihan status pegawai menjadi ASN di masa depan.
"Terkahir kami menyampaikan saran kepada Presiden dalam rangka mewujudkan tata kelola SDM ASN yang unggul, Presiden perlu memastikan bahwa pelaksanan TWK dalam setiap proses manajemen ASN dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku," ucap Robert.
Kendati demikian, ORI berharap, saran ini tak sampai ke Presiden Jokowi. Oleh karena itu, sambung Robert, diharapkan KPK dan BKN menindaklanjuti tindakan korektif yang telah disampaikan.
"Jika tidak, maka kemudian akhirnya ini kembali kepada Presiden sebagai pemangku tertinggi kekuasaan administrasi pemerintah, kekuasan eksekutif dan PPK (pejabat pembinaan kepegawaian) tertinggi secara nasional," ujarnya.
"Untuk kemudian berharap bahwa temuan hasil pemeriksaan ORI menjadi dasar bagi Presiden untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang perlu, tentu dalam harapan ORI sesuai dengan substansi yang telah kami sampaikan," sambungnya.