Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menemukan barang bukti terkait suap perizinan Meikarta di rumah bos Lippo Grup James Riady.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Febri Diansyah mengatakan, penggeledahan rumah konglomerat James Riady itu dilakukan pada Kamis (18/10). Padahal, tadinya KPK menduga ada barang bukti yang bisa ditemukan di rumah bos Lippo Group itu.
“Memang kami membuat berita acara penggeledahan dan tidak ditemukan benda-benda terkait dengan perkara di rumah James Riady tersebut,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (19/10).
Penggeledahan ini dilakukan karena KPK menduga James Riady juga melakukan pertemuan dengan beberapa tersangka, seperti Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Namun demikian, KPK masih berusaha mencari beberapa bukti lain di lokasi lain.
Ketika ditanya apakah dalam pemeriksaan tersebut pihak James Riady sudah melakukan perusakan barang buktinya terlebih dahulu, KPK tak ingin berandai-andai apalagi berburuk sangka soal ini.
“KPK tidak boleh berburuk sangka,” imbuh Febri.
KPK telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan Meikarta. Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Grup Billy Sindoro termasuk di dalamnya.
Selain dua orang tersebut, KPK juga menetapkan tersangka lain dari Pemkab Bekasi, yaitu Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.
KPK juga menetapkan tersangka lain dari pihak swasta, yaitu Konsultan Lippo Grup Fitra Djaja Purnama, dan Pegawai Lippo Grup Henry Jasmen. Semua tersangka diduga kuat melakukan transaksi suap dalam kasus ini.
Tim penyidik KPK pun mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang 90.000 dollar Singapura, uang senilai total Rp513 juta dalam pecahan Rp100.000, uang yuan dan rupiah senilai Rp100 juta, tiga unit mobil jenis Toyota Avanza, Toyota Innova, BMW.
Semua pemberian suap ini, diduga merupakan bagian komitmen fee awal dari total komitmen Rp13 miliar melalui sejumlah dinas. Hingga saat ini, KPK menduga sudah ada realisasi Rp7 miliar melalui para kepala dinas.
KPK menduga perizinan proyek ini dibagi menjadi tiga fase dari total tanah seluas 774 Hektare. Fase pertama 84,6 Ha, fase kedua 252,6 Ha, dan fase ketiga 101,5 Ha.