Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tetap melakukan pencarian terhadap empat buronan terduga koruptor, meski pandemi corona virus disease atau Covid-19 melanda.
Keempat buronan itu ialah mantan caleg PDIP Harun Masiku, Direktur Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, dan menantunya Rezky Herbiyono.
"Tim tindak tidak work from home. Tetapi, sekretariat tugas admin sebagian bergilir work from home. Artinya semua tetap bekerja seperti biasa," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, saat dihubungi Aline.id, Senin (23/3).
KPK telah mengeluarkan protokol kesehatan atas pandemi Covid-19 kepada tim Satgas Penindakan dalam mencari buronan tersebut.
"Ada protokol untuk semua pegawai KPK, tidal terkecuali deputi tindak," papar Lili.
Senada dengan Lili, Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri memastikan, KPK terus melakukan pencarian terhadap empat buronan tersebut. Hanya saja, tim Satgas belum menuai keberhasilan atas pencarian tersebut.
Kendati demikian, Fikri meminta, keempat buronan dapat menyerahkan diri ke KPK. Terlebih, untuk ketiga tersangka penerimaan gratifikasi dan suap terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
"Khusus para DPO Nurhadi dan kawan-kawan, pascaputusan praper yang kedua ditolak, KPK mengimbau agar menyerahkan diri ke KPK, dan silakan hadapi prosesnya. Lakukan pembelaan secara profesional," ujar Fikri.
KPK telah menetapkan empat buronan terduga koruptor awal tahun ini. Keempatnya ialah mantan caleg PDIP Harun Masiku, Direktur Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, dan menantunya Rezky Herbiyono.
Harun Masiku telah menyandang status buron sejak 17 Januari 2020. Hingga ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (8/1), penyidik belum menangkap mantan kader partai berlambang moncong banteng itu.
Harun merupakan pihak terduga penyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Disinyalir, dia menyuap Wahyu untuk ditetapkan sebagai anggota dewan dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I, menggantikan Nazarudin Kiemas, anggota DPR terpilih yang meninggal dunia. Adapun, uang yang dijanjikan Harun kepada Wahyu mencapai Rp900 juta.
Atas perbuatannya, Harun selaku pihak yang diduga pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tiga tersangka lainnya dimasukkan dalam daftar buron oleh KPK pada Kamis, 13 Februari 2020. Langkah itu diambil lantaran ketiganya kerap mangkir dari panggilan pemeriksaan.
Nurhadi, diduga kuat telah menerima suap penanganan perkara dan gratifikasi berupa 9 lembar cek dengan total Rp46 miliar bersama Rezky dari Hiendra. Penerimaan itu diberikan Hiendra atas jasa pemulusan sejumlah penanganan perkara di MA.
Nurhadi diduga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Rezky. Guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.
Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hiendra sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.