Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri proses izin berobat narapidana dalam kasus suap terkait pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Klas I Sukamiskin.
Plh Kepala Biro Humas KPK, Chrystelina GS menerangkan, penelusuran itu dilakukan proses pemeriksaan Dokter Pelayanan Medis dan Keperawatan Rumah Sakit Rosela Karawang, Fuisal Muliono Tjandra.
"KPK mengkonfirmasi pengetahuan saksi terkait mekanisme narapidana bagaimana mereka bisa berobat keluar dari lembaga pemasyarakatan," kata Chrystelina, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/11).
Dalam perkara itu, KPK menetapkan dua mantan terpidana Klas I Sukamiskin. Keduanya ialah Tubagus Chaeri Wardana, dan Fuad Amin. KPK menduga, kedua mantan narapidana itu diduga telah menyuap dua mantan Kepala Lapas Klas I Sukamiskin yakni Wahid Hussein dan Deddy Handoko.
Tubagus, diduga telah memberikan barang berupa mobil Toyota Kijang Innova putih Reborn G Luxury kepada Deddy. Pemberian itu dilakukan selama adik Ratu Atut Chosiyah itu menghuni Lapas Klas I pada periode 26 September 2016 hingga 14 Maret 2018.
Tak hanya Deddy, Tubagus juga memberikan uang kepada Wahid Husein sebesar Rp75 juta pada 14 Maret 2018 hingha 21 Juli 2018. Uang itu diberikan saat Wahid menjabat sebagai Kepala Lapas Klas I Sukamiskin.
KPK menduga kuat, sejumlah pemberian tersebut diduga memiliki maksud untuk mendapatkan kemudahan izin keluar lapas dari kedua mantan pimpinan Lapas Klas I Sukamiskin.
Terkait dengan Fuad Amin yang telah meninggal dunia saat proses penyidikan berjalan, penuntutan akan dihapus. Hal itu mengacu pada Pasal 77 KUHP.
Atas perbuatannya, Tubagus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.