Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) fokus mendalami pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero). Penelusuran pengadaan itu dilakukan melalui pendalaman keterangan dua mantan pejabat Pelindo II.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menyebut, kedua saksi yang didalami yakni mantan Direktur PT Pelindo II (Persero) Ferialdy Noerlan dan adik kandung mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto, Haryadi Budi Kuncoro.
Haryadi, diperiksa dalam kapasitasnya sebagai staf Direktorat Teknik dan Manajemen Risiko PT Pelindo II sekaligus mantan Senior Manajer Peralatan PT Pelindo II tahun 2009-2015.
"Penyidik mendalami keterangan saksi terkait dengan proses pengadaan QCC di Pelindo II," kata Febri, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (21/10).
Dalam perkara itu, Ferialdy dan Budi Kuncoro sudah hilir mudik diperiksa guna melengkapi berkas penyidikan dari Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino. Teranyar, penyidik KPK telah memanggil Ferialdy pada Rabu (16/10).
Keduanya juga pernah terseret dalam perkara korupsi pengadaan 10 unit mobile crane Pelindo II. Namun, perkara itu ditangani Bareskrim Polri.
Dalam perkara itu, RJ Lino diduga kuat telah telah memaksakan pengadaan tiga unit QCC tersebut. Pasalnya, dia memerintahkan pengadaan itu dengan menunjuk langsung perusahaan PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd. (HDHM) yang berasal dari China sebagai penyedia barang.
Akibatnya, KPK menduga RJ Lino telah menguntungkan diri sendiri dan juga orang lain dari pengadaan tiga unit QCC tersebut. Pasalnya, pengadaan tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse). Alhasil, pengadaan itu menimbulkan inefisiensi atau dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut sangat dipaksakan.
Dari analisa penghitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), terdapat potensi kerugian keuangan negara minimal US$3.625.922 atau sekitar Rp50,03 miliar. Penghitungan itu dihasilkan dari nilai estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu.
Atas perbuatannya, KPK menyangkakan Lino dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Meski sudah menyandang status tersangka pada 2015, KPK belum melakukan penahanan terhadap RJ Lino. Pemeriksaan lanjutan terhadap mantan Direktur Utama PT Pelindo II juga sudah lama tak dilakukan.