Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) kasus dugaan korupsi proyek infrastruktur di Papua yang menjerat Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe. Adanya prakondisi dengan pengerahan massa saat penyidikan dugaan suap dan gratifikasi Lukas dinilai sebagai bentuk perintangan.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, menilai, ada penggerak massa saat penyidik mengusut perkara tersebut di Papua. Akibatnya, penyidik kesulitan mencari data.
"Masih didalami. [Pergerakan massa] kalau menghalangi iya karena kita di sana enggak bisa bergerak leluasa," kata Asep kepada wartawan di Jakarta, Rabu (10/5).
Asep menuturkan, pihaknya masih mendalami pengerahan massa yang terjadi seiring penyidikan kasus korupsi Lukas. Pihak-pihak yang diduga memobilisasi massa untuk merintangi kerja penyidik masih diburu.
"Siapa aktor di baliknya, itu yang masih kita dalami," ujar Asep.
Sebelumnya, KPK menetapkan pengacara Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan. Ia diduga turut andil dalam merintangi penyidikan, baik secara langsung atau tidak, dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe.
Untuk keperluan penyidikan, Roy ditahan selama 20 hari ke depan terhitung mulai 9-28 Mei 2023. Roy akan mendekam di Rutan Mako Puspomal Cabang KPK, Jakarta Utara.
Roy selaku ketua tim hukum Lukas Enembe diduga melakukan cara-cara melanggar hukum dalam mendampingi kliennya. Antara lain, menyusun skenario untuk memengaruhi saksi agar tidak kooperatif.
Kemudian, diduga memerintahkan salah satu saksi agar membuat testimoni dan pernyataan yang tidak benar tentang kronologi penyidikan perkara Lukas Enembe. Penyusunan testimoni tersebut disinyalir dilakukan di tempat ibadah untuk menggalang opini publik dan menarik simpati masyarakat.
Roy juga diduga menyarankan dan memengaruhi saksi lainnya agar jangan menyerahkan uang sebagai pengembalian atas dugaan hasil korupsi yang sedang diselesaikan KPK. Atas saran tersebut, pihak-pihak yang dipanggil KPK menjadi tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
Atas perbuatannya, Roy disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).