Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri sejumlah pertemuan antara petinggi Lippo Group, James Tjahaja Riady dengan mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, dalam kasus suap proyek Meikarta. Proses penelusuran itu dilakukan melalui pemeriksaan tersangka Bartholomeus Toto, mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk.
"PK mendalami pengetahuan BTO (Bartholomeus Toto) tentang pertemuan James Riady di rumah Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin, dan menanyakan apakah ada pembicaraan tentang proses perizinan meikarta," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/12).
Selain menelusuri sejumlah pertemuan, penyidik juga mengupayakan pengambilan sampel suara bekas Presiden Direktur Lippo Cikarang itu. Namun demikian, Febri tak dapat menjelaskan lebih detail kebutuhan pengambilan sampel suara tersebut.
"Saya tidak bisa sampaikan. Tetapi, ketika sampel suara diambil itu berarti ada kebutuhan proses pembuktian untuk melihat misalnya se-identik apa suara yang kami terima, yang kami miliki dari bukti-bukti rekaman pembicaraan misalnya, atau hal-hal lain dalam perkara ini," kata dia.
Febri menyampaikan, Toto menolak proses pengambilan sampel suara itu. Pihak KPK pun mencantumkan penolakan tersebut dalam berkas acara penyidik (BAP) Toto.
"Jadi KPK sudah beri ruang sebenarnya bagi tersangka, untuk membuktikan sebaliknya dengan pengambilan sampel suara, tetapi yang bersangkutan menolak. Meskipun kami sayangkan ya, mestinya kalau kooperatif tentu akan lebih baik bagi proses hukum ini," ucap Febri.
Diketahui, sampel suara yang diperlukan KPK untuk membuktikan keterlibatan Toto dalam kasus tersebut. Sebab, KPK mengantongi alat bukti percakapan Toto dengan Kepala Divisi Land Acquisition and Permit Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto.
Fakta tersebut, pernah terungkap dalam sidang megaproyek Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung pada 6 Januari 2018. Dalam percakapan itu, Toto memberitahukan Eddy ihwal pertemuan antara bos Lippo Group James Tjahaja Riady dengan Neneng Hasanah Yasin.
Toto diduga telah mengalirkan uang senilai Rp10,5 miliar kepada Neneng Hasanah Yasin untuk memuluskan proses penerbitan izin peruntukan dan pengolahan tanah (IPPT) proyek pembangunan Central Business District (CBD) Meikarta, Cikarang, Jawa Barat.
Uang tersebut diberikan pada Neneng Hasanah Yasin melalui orang kepercayaannya, dalam lima kali pemberian baik dalam bentuk dolar Amerika Serikat maupun rupiah.
Atas perbuatannya, Toto disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.