Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran dana suap yang diterima oleh bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA pada 2011 hingga 2016.
Penelusuran itu dilakukan melalui proses pemeriksaan bekas Direksi PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Reki Mamesah alias Eki dan seorang notaris, Zainuddin.
"Penyidik meminta keterangan dari saksi mengenai dugaan penerimaan uang oleh tersangka NHD (Nurhadi)," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).
Febri menerangkan, terdapat tiga saksi yang mangkir dari panggilan KPK. Ketiganya ialah, Bupati Padang Lawas Ali Sultan Harahap serta dua orang wiraswasta, Benson dan Amir Widjaja. Febri mengaku, pihaknya belum mendapat informasi ketidakhadiran para saksi.
Nurhadi ditetapkan tersangka oleh KPK bersama menantunya, Resky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto pada Senin (16/12). Bersama Resky, Nurhadi diduga kuat telah menerima suap penanganan perkara dan gratifikasi berupa sembilan lembar cek dengan total Rp46 miliar.
Sumber penerimaan suap yang diterima diduga berasal dari penangan kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN, dan perkara perdata saham di PT MIT. Dalam penanganan perkara ini, Hiendra diduga meminta memuluskan penangana perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN. Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar. Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Resky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap, dengan total 45 kali transaksi.
Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Resky. KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan penggelembungan pengiriman uang. Sebab, nilai transaksi terbilang besar.
Sedangkan penerimaan gratifikasi, Nurhadi diduga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Resky. Uang tersebut, diperuntukan guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.
Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.