Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut aliran dana suap penerimaan gratifikasi yang diterima bekas politisi Golkar Bowo Sidik Pangarso. Karena itu, tim penyidik menggali keterangan dari lima saksi.
Saksi yang dipanggil ialah Direktur Utama (Dirut) PT Petrokimia Gresik Rahmad Pribadi, seorang sopir bernama Timbul, Pegawai PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Mashud Masdjono, serta staf Marketing PT HTK Benny Wiedhata.
"Penyidik mendalami keterangan saksi terkait dugaan aliran dana yang diterima oleh tersangka BSP (Bowo Sidik Pangarso) melalui IND (Indung)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (4/7).
Memang lembaga antirasuah ini sedang gencar mendalami kasus penerimaan gratifikasi yang diterima tersangka Bowo Sidik. Sejumlah saksi pun sudah dilakukan atau pun dijadwalkan pemeriksaan.
Teranyar, KPK memanggil Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Namun, politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu tidak memenuhi undangan pemeriksaan tersebut. Alhasil, KPK melakukan penjadwalan ulang pada Senin (8/7) pekan depan.
Keterangan Menteri Enggar dipandang penting oleh komisi antirasuah. Pasalnya, KPK mengendus aliran penerimaan suap baru oleh tersangka Bowo Sidik Pangarso. Berdasarkan dugaan tersebut, KPK telah mengindentifikasi empat sumber penerimaan gratifikasi oleh eks anggota DPR RI itu.
Empat sumber penerimaan gratifikasi Bowo Sidik itu ialah pengesahan peraturan menteri terkait gula kristal rafinasi, beberapa kegiatan yang ada di salah satu BUMN, proses penganggaran revitalisasi empat pasar di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, serta proses pengalokasian anggaran pada beberapa kegiatan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, diduga politikus Partai Golkar itu juga menerima uang dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Diduga, Menteri Enggar menyerahkan uang kepada Bowo Sidik untuk mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui pasar lelang komoditas, yang saat itu ditentang sejumlah fraksi.
Tersangka kasus suap kerja sama penyewaan kapal HTK dan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) Bowo Sidik Pangarso memang pernah menjabat sebagai pimpinan di Komisi VI DPR RI, di mana salah satu mitranya ialah Kementerian Perdagangan dan Kementrian Pertanian.
Dalam perkaranya, KPK menduga Bowo Sidik bersama rekannya Indung telah menerima uang dari Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.
Perkara itu bermula saat perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK dengan PT Pilog sudah dihentikan. Namun, terdapat upaya dari PT HTK agar kapalnya dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.
Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.
Kemudian, pada 26 Februari 2019 dilakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT Pilog dengan PT HTK. Salah satu poin MoU itu ialah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia (Persero).
KPK menduga Bowo menerima fee dari PT HTK atas biaya angkut yang ditetapkan US$2 per metric ton.
Sebelumnya, diduga telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sebesqr Rp221 juta dan US$85.130.
KPK menduga, uang tersebut telah dirubah Bowo ke dalam pecahan Rp50.000 dan Rp20.000, sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop di PT Inersia Jakarta.
Dalam temuam itu, KPK pun mengamankan 84 kardus yang berisi sekitar 400.000 amplop berisi uang. Uang itu diduga dipersiapkan Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019. Pada saat itu, Bowo terdaftar dalam pencalonan anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.