Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 orang tersangka dugaan suap proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub) tahun anggaran 2018-2022. Penetapan tersangka itu buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Jakarta, Depok, Semarang, dan Surabaya.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengungkapkan ada empat proyek yang diduga dimainkan oleh para tersangka. Pertama, yakni proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso. Kemudian, proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan.
"Ketiga, empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampengan, Cianjur, Jawa Barat. Terakhir proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatra," kata Johanis dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/4).
KPK menduga terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini diduga dilakukan melalui rekayasa sejak mulai proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.
Para tersangka diyakini membuat perjanjian penerimaan uang sebesar 5-10% dari nilai proyek. Uang yang diterima dari proyek pembangunan jalur KA ganda di Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso yakni Rp800 juta.
Uang tersebut diberikan oleh Direktur PT IPA (Istana Putra Agung), Dion Renato Sugiarto, kepada Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya dan Bernard Hasibuan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Jawa Bagian Tengah.
Kemudian, Achmad Affandy selaku PPK BPKA Sulawesi Selatan juga menerima sejumlah uang dari Dion Renato. Uang yang diberi senilai Rp150 juta, dan terkait proyek pembangunan Jalur Kereta Api di Makassar, Sulawesi Selatan.
Sedangkan, untuk pelaksanaan empat proyek konstruksi jalur KA dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, uang suap yang diterima senilai Rp1,6 miliar. Uang itu diberikan oleh kepada Syntho selaku PPK BTP Jawa Bagian Barat dari sejumlah pihak.
Sementara itu, nilai suap dalam proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa Sumatera mencapai Rp1,1 miliar. Uang panas itu diterima Direktur Prasarana DJKA Kemenhub, Harno Trimadi, dan Fadliansyah selaku PPK Kementerian Perhubungan dari Direktur serta VP PT Kereta Api Manajemen Properti, Yoseph Ibrahim dan Parjono.
"Penerimaan uang ini dari hasil pemeriksaan, di antaranya diduga untuk Tunjangan Hari Raya (THR)," ucap Johanis.
Di samping empat proyek tersebut, KPK juga menduga ada penerimaan lain usai meminta keterangan para tersangka. Johanis menyebut, angka penerimaan suap itu diduga mencapai belasan miliar rupiah.
"Penerimaan uang yang diduga sebagai suap oleh para pihak dalam kegiatan proyek pengadaan dan pemeliharaan jalan kereta api dimaksud sejauh ini diduga mencapai lebih dari Rp14,5 miliar," tutur dia.
Dari total 10 tersangka, empat orang di antaranya berstatus sebagai pemberi suap. Mereka adalah Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto; Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Muchamad Hikmat; mantan Direktur PT KA Manajemen Properti, Yoseph Ibrahim; dan VP PT KA Manajemen Properti, Parjono.
Sementara itu, enam tersangka lainnya merupakan penerima. Mereka adalah Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi; pejabat pembuat komitmen (PPK) BTP Jabagteng, Bernard Hasibuan; Kepala BTP Jabagteng, Putu Sumarjaya; PPK BPKA Sulsel, Achmad Affandi; PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian, Fadliansyah; dan PPK BTP Jabagbar, Syntho Pirjani Hutabarat.
Tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.