Terdakwa kasus dugaan suap terkait dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Mulyana, dituntut 7 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Penuntut umum meminta majelis hakim yang memeriksa perkara ini menyatakan terdakwa Mulyana terbukti secara sah meyakinkan bersama melakukan tindak pidana korupsi secara lebih lanjut," kata JPU KPK Ronald Worotikan dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (15/8).
Ronald mengatakan, hal yang memperberat Eks Deputi IV Kemenpora itu karena perbuatan Mulyana tidak mencerminkan dukungan terhadap program pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Sedangkan hal meringankan, terdakwa berlaku sopan selama peoses persidangan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap kooperatif dan mengakui perbuatannya. Juga terdakwa masih memiliki keluarga dan sudah mengembalikan seluruh pemberian yang diterimanya.
Ronald menilai, Mulyana telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Terkait pengajuan pihak yang bekerja sama dengan lembaga penegak hukum atau justice colloborator (JC) terdakwa Mulyana, tidak diterima lantaran tidak memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 4 tahun 2011.
Dalam SEMA tersebut, status JC dapat diberikan apabila pelaku merupakan tindak pidana korupsi dan bukan pelaku utama. Selain itu, seorang terdakwa yang menyandang status JC juga harus mau mengakui perbuatanya, serta memberikan kesaksian yang signifikan untuk mengungkap pelaku lain yang memiliki peran lebih besar.
Tak hanya itu, Mulyana disebut telah menerima suap berupa uang sebesar Rp400 juta, 1 unit mobil Toyota Fortuner, sebuah telepon genggam merek Samsung. Menurut Ronald, pemberian itu untuk mempercepat proses pencairan dana hibah KONI 2018.
"Terkait justice colloborator yang diajukan terdakwa kepada pimpinan KPK, dapat kami sampaikan bahwa terdakwa cukup kooperatif mengakui perbuatannya dalam proses persidangan tersebut. Namun permohonan justice colloborator belum memenuhi syarat yang untuk dapat dikabulkan," terang Ronald.