Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kendala untuk menangani perkara korupsi terkait pengadaan helikopter Augusta Westland-101 atau Heli AW-101 di TNI Angkatan Udara (AU). Kasus ini menjadi salah satu perkara yang menyita perhatian Presiden Joko Widodo.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, penuntasan perkara tersebut membutuhkan waktu yang lama lantaran pihaknya sempat kesulitan untuk memeriksa sejumlah saksi pada beberapa waktu lalu. Namun, dia tidak merinci siapa saksi yang dimaksud.
"Kami sudah melakukan komunikasi kepada saksi tersebut untuk dilakukan pemeriksaan," kata Febri, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (12/11).
Kendati demikian, menurut hemat Febri, kerja sama dengan Pihak Polisi Militer (POM) TNI menjadi langkah baik. Sebab, keterlibatan pihak tersebut berada dalam dua yurisdiksi berbeda, yakni turut melibatkan perwira TNI.
Setidaknya, terdapat empat pejabat militer yang telah menyandang status tersangka dalam perkara ini. Keempatnya ialah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama, Fachri Adamy dalam kapasitas sebagai pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
Kemudian, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial, WW selaku Pejabat Pemegang Kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, dan Kolonel FTS selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan.
"Karena itu, kelompok yang berwenang juga berbeda dan sanksinya juga berbeda," ucapnya.
Di samping itu, penghitungan nilai kerugian keuangan negara juga menjadi salah satu kendala yang dialami oleh komisi antirasuah. KPK sebenarnya telah menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk membantu proses penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara itu. Namun, belum ada perkembangan signifikan hingga saat ini.
"Kami harap BPK RI bisa menyelesaikan hasil audit dan tidak terlalu lama," ungkap Febri.
Kendati perkara tersebut salah satu yang menyita perhatian Presiden Joko Widodo, KPK berharap, para pihak lain termasuk Menko Polhukam Mahfud MD dapat berkontribusi menangani perkara ini.
Sebelumnya, Mahfud MD sempat menyampaikan keinginan Presiden Jokowi untuk menguatkan penegakan hukum di Indonesia, salah satunya menyelesaikan kasus korupsi besar.
Bahkan, Mahfud menyampaikan Presiden Jokowi pernah mengatakan laporan ke KPK agar kasus besar dapat segera diproses. Hal itu disampaikan Mahfud saat bertemu para tokoh masyarakat di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (11/11).
"Dia (Mahfud MD) juga mempunyai tugas dan kordinasi. Semoga (Mahfud MD) bisa berkontribusi juga jadi tidak hanya menyampaikan info seperti kemarin, tetapi juga membantu penegakan hukum yang dilakukan," tandas Febri.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan satu orang lainnya yakni Direktur PT Diratama Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka. Dia diduga telah mengerahkan dua perusahaannya yakni DJTM dan PT Karya Cipta Gemilang (KCG) untuk mengikuti proses lelang pengadan helikopter di TNI AU.
Selain itu, Irfan juga diduga telah menaikkan nilai perikatan kontrak dengan AW selaku produsen helikopter, yang semula berjumlah Rp514 miliar menjadi Rp738 miliar. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan hingga Rp220 miliar.