close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif memberikan keterangan pers. Antara Foto
icon caption
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif memberikan keterangan pers. Antara Foto
Nasional
Jumat, 09 Agustus 2019 16:40

KPK ungkap suap impor bawang putih karena dua kementerian tak kompak

Kasus suap impor pangan terus berulang. KPK menyatakan modus yang digunakan sama.
swipe

KPK mengungkap berulangnya terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus suap di sektor impor pangan karena dua kementerian tidak kompak. Diketahui, dua kementerian yang bertanggung jawab untuk mengurusinya tak punya kebijakan yang sinkron di bidang pangan.

“Titik lemahnya ada di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Tetapi ini kelihatannya dua kementerian itu tidak selalu sinkron,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di gedung KPK, Jakarta pada Jumat (9/8).

Misalnya, kata Laode, kasus yang terjadi belum lama ini terkait impor beras. Kementerian Pertanian menyatakan stok beras masih banyak, tapi masih saja diimpor lewat Kementerian Perdagangan.

“Akhirnya Kepala Bulog mengeluh, mau ditaruh di mana impor ini karena gudangnya sudah penuh,” kata Laode.

Laode menyampaikan demikian seusai KPK menetapkan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, I Nyoman Dhamantra bersama lima orang lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin impor bawang putih Tahun 2019. 

I Nyoman diduga menerima fee sebesar Rp2 miliar dari pemilik PT Cahaya Sakti Agro (CSA), Chandry Suanda alias Afung . Tujuannya, agar Afung mendapat jatah kuota impor bawang putih. Disepakati, Nyoman akan mendapat fee sebesar Rp1.700 sampai Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor atau Rp3,6 miliar untuk 20 ribu ton bawang putih.

Namun untuk memenuhi permintaan fee tersebut, Afung meminjam uang dari Zulfikar. Namun pinjaman baru direalisasikan senilai Rp2,1 miliar. Uang tersebut kemudian ditransfer ke rekening rekan Afung yaitu Doddy Wahyudi. Dari rekening Doddy kemudian ditransfer ke rekening money changer milik Nyoman sebesar Rp2 miliar.

"Dan itu aneh sebenarnya, masa pemerintahan tidak bisa berkoordinasi dengan baik? Ya seperti itu berulang, dan kita berharap sebenarnya ini distop, tapi sampai sekarang tidak juga," kata Laode.

Kasus impor pangan sebelumnya juga pernah terjadi pada 2013 lalu dalam perkara suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian yang menyeret mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Kemudian pada 2016 ada kasus suap terkait dengan pengurusan kuota gula impor yang melibatkan Ketua DPD saat itu Irman Gusman.

"Dulu kita pernah impor sapi, sekarang bawang, sebelumnya dulu sapi juga. Ini kelihatannya modusnya masih sama. Cuma modus bergeraknya beda-beda. Jadi, kita harus menyesuaikan diri untuk hal itu," ujar Laode.

Karena terus berulang, Laode pun meminta agar pemerintah dapat bersikap tegas menghentikan praktik korupsi tersebut, sehingga penentuan jatah kuota impor tidak selalu menjadi lahan untuk memburu rente.

"Karena hampir semua komoditas terjadi, sehingga di pasar masih kelebihan karena mereka ingin mendapat keuntungan ekonomi," ujar Laode.

Menurut dia, ketidaksinkronan itu juga membuka celah terjadinya praktik perdagangan pengaruh (trading in influence) untuk penentuan kuota komoditas tertentu. Laode mengatakan, praktik impor komoditas ini menggiurkan lantaran selisih harga komoditi di luar negeri dengan dalam negeri terpaut tinggi sekali. 

“Seperti bawang putih harganya satu kilo di sini berapa? Kalau di China murah sekali, beras juga begitu, harga beras itu setengahnya harga per kilogram di luar negeri dengan dalam negeri,” ujar Laode. (Ant)

img
Tito Dirhantoro
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan