close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah. / Antara Foto
icon caption
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah. / Antara Foto
Nasional
Jumat, 08 November 2019 05:07

KPK usut dana lain korupsi proyek di Kota Yogyakarta

KPK menduga, aliran dana tersebut turut masuk ke kantong Wali Kota Yogyakarta.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri penerimaan lain dari kasus suap terkait lelang proyek pada dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta tahun anggaran 2019. KPK menduga, aliran dana tersebut turut masuk ke kantong Wali Kota Yogyakarta.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menyebut, proses penelusuran itu dilakukan melalui keterangan delapan orang saksi yang diperiksa hari ini. Namun, dia tidak menjelaskan lebih detil unsur saksi yang diperiksa. Kedelapan saksi tersebut, diperiksa di Kantor BPKP Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta.

"KPK mendalami informasi terkait dengan dugaan penerimaan lain tersangka EFS (Eka Safitra) dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Wali kota," kata Febri, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/11).

Dalam perkara itu, Eka Safitra yang merupakan jaksa di Kejari Yogyakarta ditetapkan tersangka bersama seorang jaksa di Kejari Surakarta, Satriawan Sulaksono.

Selain itu, KPK juga menjerat Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (Mataram), Gabriella Yuan Ana sebagai tersangka dalam kasus ini.

Dalam kasusnya KPK menduga, Satriawan telah bertindak untuk mengenalkan salah satu pengusaha yang akan mengikuti tender proyek rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta yakni Gabriella kepada Eka, yang juga merupakan anggota Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Daerah (TP4D).

Diduga, keduanya telah mengatur proses pemenangan tender proyek dengan pagu senilai Rp10,89 miliar itu untuk dimenangkan oleh salah satu perusahaan milik Gabriella. Adapun perusahaan yang dimenangkan yakni PT Widoro Kandang (WK). Saat itu disepakati kontrak kerja dengan nilai sebesar Rp8,3 miliar.

KPK menduga, Eka meminta jatah sebesar 5% dari nilai proyek tersebut. Adapun penyerahan uang dilakukan sebanyak tiga kali. Pada pemberian pertama sebesar Rp10 juta diserahkan pada 16 April 2019.

Kemudian pada 15 Juni 2019 terjadi pemberian kedua dengan nilai Rp100,87 juta. Diduga uang tersebut merupakan realisasi 1,5% dari total komitmen fee secara keseluruhan.

Pada pemberian ketiga terjadi pada 19 Agustus 2019, dengan nilai sebesar Rp110,87 juta atau 1,5% dari nilai proyek yang juga bagian dari tahapan memenuhi realisasi komitmen fee secara keseluruhan. Uang tersebut yang diamankan KPK dalam giat operasi senyap. Jika ditotal pemberian sebanyak tiga kali itu, Eka telah menerima uang sebesar Rp211,74 juta.

Sedangkan sisa fee sebesar 2% direncanakan akan diberikan setelah pencairan uang muka pada minggu keempat bulan Agustus 2019.

KPK menyangkakan kedua jaksa yang diduga sebagai pihak penerima dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Gabriella Yuan Ana yang diduga sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan