Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami terkaan aliran uang yang diterima Bupati nonaktif Muara Enim, Juarsah (JRS). Dia merupakan tersangka dugaan suap pengadaan proyek-proyek di Dinas PUPR Muara Enim tahun 2019.
Penyelisikan dilakukan melalui keterangan saksi yang diperiksa di Polda Sumatera Selatan (Sumsel), Senin (1/3). Mereka adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Muara Enim, Harson Sunardi dan Pejabat Bagian Rumah Tangga Rumah Dinas Bupati Muara Enim, Habibi.
"Para saksi didalami pengetahuannya terkait dugaan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka JRS," ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Selasa (2/3).
Penetapan Juarsah sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik mengembangkan kasus rasuah yang melibatkan bekas Bupati Muara Enim, Ahmad Yani. Juarsah sempat menjadi Wakil Bupati dan mendampingi Ahmad Yani, yang dibekuk KPK terlebih dahulu akibat kasus korupsi 16 proyek perbaikan jalan.
Dalam perkaranya, Juarsah diduga terlibat dalam menyepakati dan menerima uang biaya (fee) senilai 5% dari total 16 proyek jalan yang diberikan seorang kontraktor Robi Okta Pahlevi senilai Rp132 miliar di Muara Enim, Sumsel. Robi telah diperkarakan terlebih dahulu kasusnya oleh KPK.
KPK menaksir uang fee yang masuk ke kantong Juarsah mencapai Rp4 miliar. Pemberian uang itu dilakukan secara bertahap melalui bekas Kabid Pembangunan Jalan dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas PUPR Muara Enim, Elfin MZ Muhtar.
Atas perbuatannya, Juarsah disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.