Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua yang menjerat Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Lukas diduga menyamarkan kepemilikan aset atas nama pihak lain.
Informasi ini digali dari keterangan sejumlah saksi yang diperiksa penyidik di Polda Papua, pada Jumat (14/4) lalu. Ada lima saksi yang dicecar penyidik, di antaranya Sekda Papua, Ridwan Rumasukun dan bendahara pengeluaran Dinas PUPR, Hengki.
Kemudian, penyidik juga memeriksa pegawai bagian keuangan PT Melonesia, Stevani Moningka; ULP proyek peningkatan jalan Entrop-Hamadi II, Reza Bayu Pahlavi Ayomi; serta pihak swasta atas nama Timotius Enumbi.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan aset-aset dari tersangka LE (Lukas) yang sengaja disamarkan melalui penggunaan identitas dari pihak-pihak tertentu," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (17/4).
Diketahui, Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Pemprov Papua. Setelah ditemukan bukti yang cukup, KPK kembali menetapkan Lukas sebagai tersangka TTPU.
"Tim penyidik kemudian mengembangkan lebih lanjut dan menemukan dugaan tindak pidana lain sehingga saat ini KPK kembali menetapkan LE (Lukas Enembe) sebagai tersangka dugaan TPPU," kata Ali di Jakarta, Rabu (12/4).
Ada pun barang bukti yang dikantongi KPK terkait dugaan TPPU Lukas antara lain emas batangan hingga mobil. Namun demikian, penyidik masih terus menelusuri aset milik Lukas yang terkait pencucian uang.
Dalam upaya penyidikan yang masih terus dilakukan, KPK telah membekukan uang dalam rekening milik Lukas sekitar Rp81,8 miliar dan US$31.559.
Tim penyidik KPK juga menyita uang senilai Rp50,7 miliar. Selain itu, terdapat emas batangan, beberapa cincin batu mulia, dan 4 mobil yang turut disita.
Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka. Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Temuan lain KPK menduga Lukas juga menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar.
Sebagai penerima suap, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara itu, berkas perkara Rijatono Lakka telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada PN (Pengadilan Negeri) Jakarta Pusat. Tim jaksa KPK mendakwa Rijatono sebagai pemberi suap kepada Lukas sekitar Rp35,4 miliar.