Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua orang saksi dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua. Kasus ini menjerat Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe, sebagai tersangka.
Salah satu pihak yang diperiksa tim penyidik sebagai saksi adalah Kepala Subbagian (Kasubag) Program Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Papua atas nama Bram. Selain itu, penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap seorang pegawai bagian keuangan PT Tabi Bangun Papua.
"Tim penyidik telah selesai memeriksa sejumlah saksi atas nama Meike (Keuangan PT Tabi Bangun Papua) dan Bram (Kasubag Program Dinas PUPR)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan resmi, Rabu (1/2).
Ali mengatakan, pemeriksaan dilakukan di Polda Papua pada Selasa (31/1). Dalam pemeriksaan tersebut, tim penyidik mengusut dugaan campur tangan Lukas Enembe dalam pemenangan perusahaan pengerjaan proyek di wilayahnya.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain dugaan adanya campur tangan tersangka LE (Lukas) dalam penentuan pemenang proyek di Pemprov Papua," ujar Ali.
Diungkapkan Ali, penyidik awalnya menjadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh orang saksi. Namun, lima orang saksi lainnya tidak memenuhi panggilan penyidik.
Kelima saksi yang turut dipanggil penyidik, yakni mantan pegawai PT Tabi Bangun Jaya Papua, Andry Rovael Horman; Komisaris Utama PT Nirwana Sukses Membangun, Nurhidayati; Direktur PT Rajawali Puncak Jayawijaya, Jefery Ferdy; dan dua orang dari pihak swasta atas nama Benyamin Gurik dan Haji Sukman.
"Para saksi tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan dan pemanggilan ulang," tutur Ali.
Sementara pada hari ini, KPK kembali melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dalam perkara tersebut. Pemeriksaan juga dilakukan oleh tim penyidik KPK di Polda Papua.
Selain Lukas, dalam perkara ini KPK juga menetapkan Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) sebagai tersangka. Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka.
Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Sedangkan temuan lain KPK menduga Lukas juga telah menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar.
Sebagai pemberi, Rijatono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas, sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.