Gratifikasi berpotensi terjadi saat Lebaran dengan modus tunjangan hari raya (THR). Karenanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Surat Imbauan Nomor 1636/GTF.00.02/01/03/2024 tentang Imbauan terkait Surat Edaran Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi di Hari Raya.
Imbauan tersebut diarahkan kepada penyelenggara negara dan pegawai negeri. Isinya, disarankan menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawan dengan kewajiban atau tugasnya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sementara, Nawawi Pomolango, menyatakan, imbauan tersebut merupakan penegasan kembali atas Surat Edaran (SE) KPK Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi terkait Hari Raya. Di situ juga ditegaskan bahwa penyelenggara negara dan pegawai negeri dilarang meminta dana dan/atau hadiah sebagai THR.
"Tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan dan kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana," katanya dalam keterangan yang diterima Alinea.id, Selasa (26/3).
KPK pun mengingatkan agar setiap pimpinan instansi, termasuk pemerintah daerah (pemda), melarang penggunaan fasilitas dinas demi kepentingan pribadi. Sebab, sarana itu seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan terkait kedinasan.
Selain itu, swasta juga diharapkan melakukan langkah-langkah pencegahan dengan mengimbau anggotanya tak memberikan gratifikasi. Misalnya, uang pelicin atau suap dalam bentuk lainnya.
Terpisah, pakar hukum pidana Universitas Al Azhar, Abdul Fickar Hadjar, menerangkan, pemberian dari swasta ke penyelenggara negara/pegawai negeri ataupun permintaan dari sebaliknya dengan dalih apa pun termasuk gratifikasi. Apalagi, THR seharusnya diberikan dari pimpinan ke bawahan.
Apalagi jika pemberiannya dinilai dalam jumlah yang terbilang besar. Bahkan, nilainya pernah disinggung oleh Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M. Jasin, yakni sekitar Rp250.000.
"Ya, jatuhnya gratifikasi karena kalau THR itu dari atasan ke bawahannya," jelasnya kepada Alinea.id.
Pelaporan gratifikasi
Apabila menerima suatu hadiah dan tidak dapat menolaknya, pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib melaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima. Pelaporan dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti mendatangi KPK secara langsung, melalui surat, via surat elektronik ke [email protected], laman gol.kpk.go.id, dan aplikasi Gratifikasi OnLine (GOL), yang dapat diunduh melalui gawai.
Berdasarkan booklet Mengenal Gratifikasi yang dirilis KPK, ada beberapa bentuk gratifikasi yang tak wajib dilaporkan ke KPK. Misalnya, pemberian dari keluarga, dengan syarat tidak ada benturan kepentingan dengan posisi ataupun jabatan penerima.
Kemudian, tanda kasih dalam bentuk uang atau barang yang memiliki nilai jual dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, kelahiran, akikah, baptis, khitanan, dan potong gigi, atau upacara adat/agama. Pun pemberian terkait musibah dengan batasan nilai per pemberi dalam setiap acara paling banyak Rp1 juta.
Pemberian dari sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan, ulang tahun, ataupun perayaan lainnya yang lazim dilakukan dalam konteks sosial sesama rekan kerja juga tidak perlu dilaporkan. Syaratnya, pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, seperti pemberian voucher belanja, pulsa, cek, atau giro, dengan nominal Rp300.000/pemberian/orang atau secara kumulatif Rp1.000.000 dari pemberi yang sama dalam setahun.
Pemberian sesama pegawai dengan batasan paling banyak Rp200.000/pemberian/orang dengan batasan total selama satu tahun sebesar Rp1 juta dari pemberi yang sama. Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, misalnya voucher belanja, pulsa, cek, atau giro.
Adapula hidangan atau sajian yang berlaku umum, prestasi akademis maupun nonakademis, serta lomba dengan biaya sendiri, keuntungan dari investasi maupun koperasi, serta seminar kit.