Kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Suprapto, mengungkap motif aksi kejahatan jalanan atau disebut klitih yang kerap terjadi di Yogyakarta akhir-akhir ini. Menurut dia, fenomena kejahatan jalanan yang belakangan masih meresahkan masyarakat kota pelajar itu tidak muncul secara tiba-tiba.
“Motif jelas ada. Untuk jati diri kelompok, pelampiasan kekecewaan atau ketidakpuasan menjalani hidup maupun rekrutmen pimpinan atau anggota baru (kelompok)," kata Suprapto di Yogyakarta, Kamis (6/2).
Kendati banyak yang berhasil diringkus polisi, tampaknya para pelaku klitih yang kebanyakan remaja belum juga jera. Pasalnya, aksi klitih di Yogyakarta masih marak bahkan hingga kini. Suprapto menduga ada indoktrinasi secara konsisten oleh para aktor atau senior di belakangnya, sehingga membuat para pelaku berani melakukan aksi kekerasan di jalanan.
Tak hanya itu, Suprapto juga menduga dalam menjalankan aksinya, para pelaku biasanya mengonsumsi minuman keras untuk memompa nyali mereka. Menurut dia, penanganan aksi kejahatan jalanan tersebut tidak cukup dengan memberikan sanksi hukuman semata.
"Polisi harus mencari penyebabnya dengan menelusuri siapa yang berada di belakang aksi kejahatan jalanan tersebut," kata Suprapto.
Namun demikian, upaya untuk memutus mata rantai kejahatan jalanan itu bukan hanya tugas pemerintah dan aparat semata, namun juga harus menjadi kesadaran dan tanggung jawab bersama. “Lembaga keluarga, pendidikan, agama, ekonomi, dan pemerintah, termasuk masyarakat sesuai dengan kewenangan yang dimiliki perlu terlibat,” ucap dia.
Menurut Suprapto, di level masyarakat partisipasi dapat diwujudkan dengan mencegah, menangkap, dan melapor atau membawa pelaku klitih ke kantor polisi terdekat tanpa main hakim sendiri.
"Jika menghakimi sendiri, masyarakat bukan sedang menjadi bagian dari solusi. Akan tetapi, justru menjadi bagian dari masalah karena berusaha mengatasi masalah dengan menciptakan masalah baru," ucapnya.
Selain itu, lembaga pendidikan juga perlu turun tangan dengan meningkatkan intensitas implementasi pendidikan karakter bagi para siswannya. Secara bersamaan, lembaga keluarga juga harus mampu memenuhi fungsi sosialisasi, pendidikan, dan perlindungan, sehingga anak tidak terjerumus dalam perilaku anarkis.
"Perilaku manusia, termasuk anak dan remaja memang ditentukan oleh asal dan ajar. Asal adalah perilaku atau karakter bawaan lahir, sedangkan ajar adalah perilaku hasil didikan atau sosialisasi," kata Suprapto.
Menurut dia, hal yang tidak kalah penting perlu dilakukan oleh masyarakat adalah mengkaji terlebih dahulu mengenai maraknya pembicaraan tentang perilaku aksi kejahatan jalanan ini.
"Mana berita aksi kejahatan jalanan yang nyata-nyata terjadi saat ini, mana yang merupakan rekaman peristiwa yang lalu, dan mana yang hoaks karena ternyata tidak semua kabar tentang aksi kejahatan jalanan itu benar adanya," katanya. (Ant)