Terjaringnya seorang jaksa dalam operasi senyap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (19/8) malam, dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap penegakan hukum.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, seharusnya jajaran Korps Adhyaksa itu bertugas untuk menegakan hukum, dan tidak terlibat dalam praktik rasuah. Untuk itu, dia meminta Presiden Joko Widodo harus turun tangan guna mencegah terulang kembali praktik lancung dari oknum jaksa.
"Kalau penegak hukum terlibat korupsi, maka kemudian harus ada langkah-langkah luar biasa untuk membersihkan ini. Salah satu caranya adalah leadership seorang presiden dibutuhkan dalam hal ini, kalau tidak maka kita jalan di tempat dalam hal pemberantasan korupsi," kata Refly kepada Alinea.id pada Selasa (20/8).
Berdasarkan data yang dihimpun, setidaknya dalam tiga bulan terakhir terdapat empat jaksa yang terjerat praktik rasuah.
Pada Jumat (28/6), KPK menjaring tiga jaksa yang berasal dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yakni Agus Winoto, Yadi Herdianto dan Yuniar Sinar Pamungkas dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT). Selain itu, komisi antirasuah juga meringkus seorang jaksa dari Kejari Yogyakarta dalam operasi senyap pada Senin (19/8) malam yang saat ini masih dilakukan pemeriksaan oleh KPK.
Bahkan, jika melihat data Indonesian Corruption Watch (ICW) setidaknya terdapat tujuh jaksa yang terlibat praktik rasuah dan terjaring OTT oleh KPK dalam medio 2004-2018.
Kendati masih maraknya jaksa yang terlibat praktik lancung, Refly menganggap agenda pemberantasan korupsi di era Presiden RI ke-7 tidak terlalu terlihat signifikan.
"Misalnya Pak Jokowi tidak menyebut agenda pemberantasan korupsi sebagai prioritas ketika berpidato," katanya.
Jokowi harus dapat menunjukan sikap antikorupsi jika agenda pemberantasan praktik rasuah menjadi salah satu prioritas di masa kepemimpinannya. Selain itu, dia menilai Presiden Jokowi harus dapat mengambil suatu inisiatif besar untuk menunjukan gerakan melawan korupsi.
"Misalnya merekrut jaksa agung, dan menteri-meteri yang tidak terindikasi korupsi atau menyalahgunakan fasilitas, atau dengan membuat aturan-aturan yang ketat lah," ucapnya.
Karena itu, Refly berharap kepada mantan Wali Kota Solo itu dapat memilih Jaksa Agung yang memiliki kemauan dan kekuatan untuk memprioritaskan agenda pemberantasan korupsi.
"Saya kira ke depan, Pak Jokowi ini harus melihat Jaksa Agung ke depan ialah orang yang mau untuk membersihkan lingkungannya sendiri dulu. Karena kalau penegakan hukum sendiri korupsi ya bahaya bagi kita," ucapnya.
Menurutnya, diperlukan pemimpin yang berintegritas dan mempunyai komitmen tinggi guna mengupayakan pembersihan praktik lancung di lingkungan Korps Adhyaksa. Di samping itu, Refly menilai Jokowi juga harus menginstruksikan Jaksa Agung baru untuk memprioritaskan agenda pemberantasan korupsi dalam masa kepemimpinannya.
"Dengan begitu kita punya harapan kembali terhadap penegakan hukum kita yang berisih dari praktik korupsi," ujar Refly.