close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden terpilih Joko Widodo menyampaikan pidato pada Visi Indonesia di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat Minggu (14/7). /Antara Foto
icon caption
Presiden terpilih Joko Widodo menyampaikan pidato pada Visi Indonesia di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat Minggu (14/7). /Antara Foto
Nasional
Selasa, 16 Juli 2019 16:33

Walhi kritik standar ganda Jokowi di Visi Indonesia

Pidato Jokowi dinilai mengabaikan isu-isu terkait lingkungan hidup dan agraria.
swipe

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) di International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Minggu (14/7) lalu. Menurut Manajer Kajian Kebijakan Walhi, Boy Jerry Even Sembiring, isi pidato tersebut merupakan sebuah kemunduran. 

"Memperlihatkan bahwa pidato Jokowi selama ini memang menggunakan standar ganda atau standar kebijakan muka dua, sebelah bermuka baik sebelah bermuka buruk. Tapi, (pidato) di 14 Juli lalu itu malah bagi kami memperlihatkan bahwa visi mundur Jokowi," ujar Boy di Kantor Walhi, Tegal Parang Utara, Jakarta, Selasa (16/7). 

Menurut Boy, pidato bertajuk Visi Indonesia tersebut tidak sama sekali mendukung kesejahteraan rakyat dan memperhatikan isu-isu lingkungan. Apalagi, Jokowi yang dalam pidatonya menyebut akan membuka keran investasi seluas-luasnya dan keberpihakan pada kepentingan bisnis atau investasi. 

"Genjot investasi guna membuka keran lapangan kerja, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, tidak lebih dilihat hanya sebagai trickle down effect bagi rakyat kebanyakan. Ini menjadi sebuah logika yang dipaksa logis," kata dia. 

Boy juga menyoroti bagian dalam pidato Jokowi yang menekankan semangat reformasi birokrasi dengan cara mempercepat izin. Menurut Boy, hal itu sama saja dengan memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya untuk menutup mata dalam memberikan izin lahan.

Pernyataan Jokowi itu, lanjut Boy, kontradiktif dengan semangat penyelesaian konflik agraria dan sumber daya alam yang terus diupayakan. "Itu bertentangan dengan semangat mengeluarkan kebijakan permanen dalam menyelamatkan kemanusiaan dan lingkungan hidup Indonesia yang dijanjikan mulai 2014 lalu," kata dia. 

Menurut catatan WALHI, masih ada 302 konflik lingkungan hidup dan agraria dari Aceh hingga Papua yang belum bisa dituntaskan hingga kini. Data Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menyebut ada 555 kasus yang melibatkan 106.803 kepala keluarga yang masih ditangani.

Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan Indonesia butuh menggenjot aliran dana investasi dari luar negeri. Ia pun menginstruksikan agar jajaran kementerian dan lembaga memangkas aturan-aturan birokrasi yang menghambat investasi.  

"Yang menghambat investasi, semua harus dipangkas. Baik itu perizinan yang lambat, berbelit-belit, apalagi yang ada punglinya. Hati-hati ke depan, ke depan saya pastikan akan saya kejar. Akan saya kejar, akan saya kontrol, akan saya cek, akan saya hajar kalau diperlukan," kata Jokowi. 

Kepala Divisi Politik Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Khalisa (tengah) dalam konferensi pers di Kantor Walhi, Tegal Parang, Jakarta, Selasa (17/5). Alinea.id/Fadli Mubarok

Janji sulit dicapai 

Kepala Divisi Politik Walhi, Khalisa memprediksi janji politik Jokowi dalam pidatonya tidak akan tercapai hingga akhir jabatnnya. Pasalnya, substansi pidato tersebut kebanyakan mengulang janji-janji politik lama yang cenderung terbengkalai.

Menurut Khalisa, banyak subtansi pidato Jokowi yang kontradiktif dengan janji politiknya dalam Nawacita. Ia khawatir janji-janji dalam pidato tersebut tidak akan bisa dirampungkan pada akhir masa jabatan Jokowi. 

"Jadi seharusnya komunikasi politik Presiden terpilih kepada para pendukungnya dan kepada warga negara, ia bisa mengacu pada janji politik. Kita tahu janji politiknya adalah Nawacita 2 sebagai kelanjutan dari Nawacita 1. Itu yang seharusnya menjadi jawaban yang sebenarnya," kata dia.

Khalisa mencontohkan pidato Jokowi tentang upaya meneruskan jalan perubahan untuk Indonesia maju, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Menurut dia, isi pidato tersebut bertentangan dengan misi membangun struktur ekonomi produktif, mandiri, dan berdaya saing. 

Khalisa mengatakan, seharusnya rakyat ditempatkan sebagai subjek dari ekonomi Indonesia jika berbicara mengenai visi Indonesia ke depan. Namun, Jokowi malah menempatkan koorporasi sebagai subjek dengan menggembor-gemborkan peluang investasi.

"Kemudian bicara juga soal pembangunan yang merata dan berkeadilan. Terlebih pada misi 4. Misi 4 itu khusus terkait dengan agenda lingkungan. Semuanya tidak dimunculkan atau tidak disampaikan oleh presiden terpilih," ucapnya.
 

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan