Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti surat telegaram Kapolri Nomor ST/750/IV/HUM.3/4.5/2021 tertanggal 5 April 2021. YLBHI mengkritik bagian pertama terkait perintah media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis, dan soal larangan menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh Kepolisian.
Ketua bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menyebut, surat telegram Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang tata cara peliputan di lingkup Korps Bhayangkara bakal menghalangi publik untuk mengetahui fakta sesungguhnya. Selain itu, menunjukkan reformasi Polri yang digaungkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat fit and proper test di DPR RI tidak sungguh-sungguh hendak dijalankan.
Di sisi lain, lanjutnya, surat telegram Polri berpotensi menghalangi kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan UUD 1945. “Reformasi Polri yang diharapkan bisa terlaksana jika terdapat laporan dan pemantauan dari masyarakat. Sehingga ada dorongan dari masyarakat untuk reformasi Polri tersebut. Pengalaman dan catatan YLBHI, tindakan-tindakan atau upaya untuk menyembunyikan arogansi dan kekerasan adalah tanda pelanggengan arogansi serta kekerasan tersebut,” ucapnya, saat dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (6/4).
Bagi YLBHI, banyak kasus bermasalah yang membutuhkan transparansi. "Kita tentu masih ingat bagaimana penyidikan terhadap kasus Novel Baswedan mengandung banyak masalah dan pertanyaan. Maka penting Kapolri memperbaiki Surat Telegram tersebut agar tidak berpotensi melanggar lebih jauh,” ujar Isnur.
Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Argo Yuwono mengeluarkan surat telegram (ST) resmi mengenai tata cara peliputan di lingkup Korps Bhayangkara. Surat telegram itu dikeluarkan pada 5 April 2021 dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021.
Dalam surat telegram itu Argo menegaskan agar media tidak menayangkan upaya atau tindakan kekerasan dan arogansi kepolisian. "Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," bunyi poin pertama pada surat telegram itu.