close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono (tengah) bersama Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti (kedua kiri) dan Ketua Bidang PMR dan Relawan PMI Pusat Muhammad Muas (kedua kanan) memberikan keterangan kepada wartawan terkait K
icon caption
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono (tengah) bersama Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti (kedua kiri) dan Ketua Bidang PMR dan Relawan PMI Pusat Muhammad Muas (kedua kanan) memberikan keterangan kepada wartawan terkait K
Nasional
Kamis, 03 Oktober 2019 12:11

Kronologi penculikan relawan Jokowi, bermula dari ponsel

Ninoy Karundeng mengaku bekerja sebagai buzzer sejak bulan Juli 2019 dengan bayaran sebesar Rp3,2 juta.
swipe

Ninoy Karundeng, relawan Presiden Joko Widodo atau Jokowi diduga diculik dan dipukuli oleh massa saat terjadi aksi demonstrasi menolak revisi UU KPK dan RUU KUHP yang berujung rusuh pada Senin, 30 September 2019. Aksi main hakim sendiri itu diduga dilakukan setelah massa memeriksa telepon seluler atau ponsel milik korban.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, menjelaskan kronologi penculikan dan pengeroyokan bermula ketika Ninoy melewati daerah Pejompongan, Jakarta Pusat pada saat terjadi aksi unjuk rasa yang berujung rusuh. Ketika itu, Ninoy melihat sekelompok massa tengah menggotong pendemo yang lemas karena terkena gas air mata.

“Ninoy kemudian mengabadikan peristiwa itu dengan telepon genggamnya. Namun sekelompok orang yang melihatnya langsung merampas telepon genggam milik korban,” kata Argo saat dikonfirmasi di Jakarta pada Kamis (30/9).

Setelah merampasnya, kata Argo, massa kemudian memeriksa ponsel milik Ninoy. Dari situ, massa menemukan bukti Ninoy kerap menyerang lawan politik Jokowi melalui media sosial. “Di dalam hand phone pelapor, terdapat tulisan-tulisan yang mungkin membuat massa tidak suka," ucapnya.

Selanjutnya, sekelompok massa yang merasa kesal menyeret dan langsung mengeroyok Ninoy. Tak cukup sampai di situ, Ninoy juga dibawa ke sebuah tempat untuk diinterogasi terkait aktivitasnya. Ia juga diancam hendak dihabisi jika tak mau mengaku. 

Usai dikeroyok dan diinterogasi, Ninoy kemudian dibebaskan pada Selasa (1/10). Setelah itu, korban langsung melapor ke polisi atas peristiwa yang menimpanya itu. Sampai saat ini, kata Argo, pihak kepolisian masih mendalami laporan korban dan mencari pelaku penganiayaan dan penculikan Ninoy.

Sebelumnya, beredar sebuah video berdurasi lebih dari dua menit di media sosial Twitter yang menampakkan wajah Ninoy Karundeng dalam kondisi penuh lebam. Di video tersebut, Ninoy tengah diinterogasi oleh seorang pria mengenai aktivitasnya yang dianggap menghina sejumlah tokoh lawan politik Jokowi.

Dalam video itu, Ninoy diinterogasi, lalu mengaku khilaf. Ia juga mengaku bekerja sebagai buzzer sejak bulan Juli 2019 dengan bayaran sebesar Rp3,2 juta. Saat ditanya tergabung dalam jaringan siapa, Ninoy mengaku dari jaringan Jokowi app.

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan