Anggota Tim Advokasi Papua, Okky Wiratama, mengungkapkan kronologi penangkapan salah satu aktivis Papua, Arina Elopere, pada 31 Agustus 2019 sekitar pukul 20.00 WIB. Menurutnya penangkapan Arina disertai kebohongan yang dilakukan oleh termohon atau polisi dari Polda Metro Jaya.
Okky membeberkan, penangkapan bermula ketika Arina bersama dua temannya yaitu Norince Kogoya dan Naliana Gwijangge baru keluar dari minimarket. Ketika itu, lima anggota kepolisian Polda Metro Jaya mendatanginya. Mereka langsung pergi meninggalkannya ke Asrama Nduga yang berada di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
“Lalu anggota termohon (Polda Metro Jaya) mendatangani Asrama Nduga dan melakukan penipuan dengan berkata 'kami mau ngobrol sebentar tentang budaya Papua, antar undangan', lalu penghuni asrama membuka pintu dan menangkap Arina Elopere,” kata Okky di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, (2/12).
Kemudian, Arina meminta kepada petugas untuk tak langsung membawanya ke kantor polisi karena ia akan mengganti pakaian terlebih dahulu. Namun, salah satu anggota polisi justru melakukan ujaran diskriminasi rasial kepada Arina Elopere.
"Lalu anggota termohon (Polda Metro Jaya) mengatakan 'kalian itu orang utan, memang dari sananya enggak pakai baju, naik sana ke mobil'", kata Okky.
Kuasa hukum aktivis Papua lainnya, Tigor Hutapea, mengatakan akan menghadirkan saksi terkait ucapan rasial tersebut. “Nanti kita hadirkan saksinya, dijadwalkan hari Rabu (4 Desember) ada pembuktian dari kami. Kami akan ajukan saksinya yang menyatakan bahwa saat proses penangkapan (Arina) itu ada ujaran diskriminasi atau rasial," ucap dia.
Sebelumnya, setelah permohonan dibacakan kuasa hukum, hakim tunggal PN Jaksel Agus Widodo langsung menjadwalkan sidang jawaban dan tahapan sidang berikutnya. Ihwal itu karena Polda Metro Jaya Selaku termohon belum menyiapkan jawaban atas permohonan yang dilayangkan.
"Hari Selasa tanggal 3 Desember jawaban (termohon). Kemudian hari Rabu 4 Desember adalah bukti dari pemohon. Kemudian hari Kamis tanggal 5 Desember bukti dari termohon. Tanggal 6 Desember untuk kesimpulan, dan keputusannya tanggal 10 Desember," ujar hakim Agus
Diketahui sidang gugatan praperadilan ini berkaitan dengan penangkapan enam tahanan politik aktivis Papua yakni Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere, pada 30 dan 31 Agustus 2019. Oleh penyidik Polda Metro Jaya, mereka ditetapkan sebagai tersangka makar.
Penetapan tersangka dilakukan setelah mereka kedapatan membawa bendera Bintang Kejora saat melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka pada 28 Agustus 2019 lalu. Keenam aktivis tersebut dijadikan tersangka dan dijerat Pasal 106 dan 110 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait keamanan negara.
Namun, Tim Advokasi Papua menilai terjadi kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka terhadap keenam orang tersebut. Karena itu, mereka pun melayangkan gugatan praperadilan ke PN Jaksel.