Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kronologi kasus suap yang menjerat Bupati Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Sri Wahyumi Maria Manalip, dalam persidangan terdakwa Bernard Hanafi Kalalo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Jumat (19/7).
Di persidangan tersebut, terungkap bahwa suap yang melibatkan Sri Wahyumi bermula pada Februari 2019. Ketika itu Sri Wahyumi Maria Manalip meminta Benhur Lalenoh untuk mencarikan orang yang bisa menggarap paket-paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud. Dengan catatan, Sri meminta commitment fee sebesar 10%.
Oleh Benhur, tawaran Sri Wahyumi kemudian disampaikan kepada pengusaha di Manado bernama Bernard Hanafi Kalalo. Bernard pun menyetujui permintaan Sri. Pada 16 April 2019, Benhur dan Bernard menemui Sri Wahyumi di ruang kerjanya. Pada pertemuan itu, usai bicara proyek Sri Wahyumi lantas minta dibelikan ponsel satelit. Bernard pun menyanggupinya.
Pertemuan selanjutnya dilaksanakan pada 22 April 2019 di restoran The Duck King Kelapa Gading antara Benhur, Bernard dan Sri Wahyumi. Sri Wahyumi mengatakan akan memberikan tujuh paket pekerjaan kepada Bernard, termasuk revitalisasi pasar Lirung dan Pasar Beo.
"Dalam kesempatan itu terdakwa menyerahkan handphone satelit merek Thuraya beserta pulsa senilai Rp32 juta kepada Sri Wahyumi. Kemudian Sri Wahyumi kembali meminta dibelikan barang berupa tas," kata jaksa Bayu Satriyo di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, (19/7).
Pada 25 April 2019, Bernard memerintahkan anak kandungnya Beril Kalalo untuk membeli tas tangan merek Balenciaga senilai Rp32,995 juta dan tas tangan merek Channel senilai Rp97,36 juta di Plaza Indonesia, Jakarta. Benhur lalu melaporkannya kepada Sri Wahyumi.
Keesokan harinya pada 26 April 2019, Benhur meminta Bernard merealiasikan uang panjar Rp100 juta terkait pekerjaan revitalisasi Pasar Beo senilai Rp2,818 miliar dan pasar Lirung Rp2,965 miliar yang diserahkan kepada Riston Sasoeng.
Penyerahan uang dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada 26 April 2019 di kantor BNI Manado Town Square sebesar Rp50 juta dan sisanya Rp50 juta pada 27 April 2019 di rumah Stans Reineke Mamesah.
Setelah mendapat laporan penerimaan uang, Sri Wahyumi lalu memerintahkan Ariston agar paket lelang revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo dimenangkan perusahaan yang dipergunakan Bernard yaitu CV Minawerot Esa dan CV Militia Christi.
Pada 28 April 2019, Sri Wahyumi kembali meminta Bernard membelikan jam tangan merek Rolex. Bernard, Benhur dan Beril Kalalo lalu memesan satu buah jam tangan Rolex senilai Rp224,5 juta di Plaza Indonesia Jakarta. Barang mewah itu akan diambil keesokan harinya.
Pada 29 April 2019, Bernard, Benhur dan Beril juga membeli cincin merek Adelle senilai Rp76,925 juta dan anting merek Adelle senilai Rp32,075 juta di Plaza Indonesia sesuai permintaan Sri Wahyumi.
Setelah membeli barang-barang tersebut, Benhur melapor ke Sri Wahyumi dan akan berangkat ke Kabupaten Kepulauan Talaud untuk menyerahkan barang-barang permintaannya itu. Di saat menunggu barang permintaannya tiba, petugas KPK mencokok Benhur dan Bernard di Hotel Mercure, Jakarta.
Jaksa KPK lainnya, Nanang Suryadi, membeberkan Sri Wahyumi Maria Manalip mendapatkan beragam hadiah yang nilai totalnya mencapai Rp595,855 juta dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.
Adapun rinciannya, uang Rp100 juta, 1 unit telepon selular satelit merek Thuraya beserta pulsa senilai Rp32 juta, tas tangan merek Channel senilai Rp97,36 juta, tas tangan merek Balenciaga senilai Rp32,995 juta, jam tangan merek Rolex senilai Rp224,5 juta, cincin merek Adelle senilai Rp76,925 juta dan anting merek Adelle senilai Rp32,075 juta.
"Terdakwa Bernard Hanafi Kalalo memberikan uang dan barang dengan nilai keseluruhan Rp595,855 juta kepada Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud," kata Nanang.
Tujuan pemberian hadiah tersebut, kata Nanang, agar Sri Wahyumi membantu memenangkan perusahaan yang dipergunakan Bernard Hanafi Kalalo dalam lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo TA 2019.
Atas perbuatannya, Bernard didakwakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Menanggapi dakwaan tersebut, Bernard tidak mengajukan keberatan (eksepsi) dan sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 31 Juli 2019 dengan agenda pemeriksaan 4 orang saksi. Total saksi yang akan dihadirkan oleh JPU ada 15 orang. (Ant)