Tim Kuasa Hukum capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf menjadikan 14 larangan Polri yang tertera dalam telegram Kapolri sebagai alat bukti untuk membantah gugatan yang dilayangkan pemohon capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandi. Tim Hukum Prabowo-Sandi mempertanyakan netralitas Polri dalam pertarungan Pilpres 2019.
Kuasa Hukum Jokowi-Maruf, I Wayan Sudirta membeberkan telegram Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian bernomor STR/126/III/OPS.1.1.1./2019. "Dalam telegram Kapolri tersebut ada instruksi 14 larangan," kata Wayan di Mahkamah Konstitusi, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6).
Telegram tersebut telah dipublikasikan melalui pemberitaan media massa, sehingga telah menjadi informasi publik. Pada 18 Oktober 2018, melalui surat Nomor ST/2660/X/RES. 1.24/2018, Kapolri juga telah memerintahkan kepada seluruh Kapolda se-Indonesia untuk bekerja secara profesional, menjaga netralitas, menghindari conflict of interest dalam Pemilu 2019 dan menghindari langkah-langkah yang menyudutkan Polri berpihak dalam politik.
Menurut Wayan, tuduhan kubu Prabawo-Sandi soal polisi tidak netral sangat "mentah". Sebab, kata Wayan, instruksi Kapolri sudah jelas bahwa polisi dilarang keras melibatkan diri dalam pemenangan calon yang tengah bertarung.
Isi telegram Kapolri tersebut adalah,
1. Dilarang ikut membantu mendeklarasikan capres dan cawapres serta caleg,
2. Dilarang menerima, memberikan, meminta, mendistribusikan janji hadiah, sumbangan atau bantuan dalam bentuk apapun dari pihak parpol, capres dan cawapres serta caleg maupun tim sukses pada giat Pemilu 2019,
3. Dilarang menggunakan, memesan, memasang dan menyuruh orang lain untuk memasang atribut-atribut Pemilu 2019 (gambar/lambang capres dan cawapres serta caleg maupun parpol),
4. Dilarang menghadiri, menjadi pembicara/narasumber pada giat deklarasi, rapat, kampanye, pertemuan parpol kecuali dalam melaksanakan tugas pengamanan yang berdasarkan surat perintah tugas,
5. Dilarang mempromosikan, menanggapi dan menyebarluaskan gambar/foto capres dan cawapres serta caleg baik melalui media massa, media online dan medsos,
6. Dilarang foto bersama dengan capres dan cawapres, caleg, massa maupun simpatisannya,
7. Dilarang foto/selfie di medsos dengan gaya mengacungkan jari membentuk dukungan kepada capres/cawapres, caleg maupun parpol yang berpotensi dipergunakan oleh pihak tertentu untuk menuding keberpihakan/ketidaknetralan Polri,
8. Dilarang memberikan dukungan politik dan keberpihakan dalam bentuk apapun kepada capres dan cawapres, caleg maupun parpol,
9. Dilarang menjadi pengurus atau anggota tim sukses capres dan cawapres serta caleg,
10. Dilarang menggunakan kewenangan atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan kepentingan capres dan cawapres, caleg maupun parpol tertentu,
11. Dilarang memberikan fasilitas-fasilitas dinas maupun pribadi guna kepentingan politik capres dan cawapres, caleg maupun parpol,
12. Dilarang melakukan kampanye hitam (black campaign) dan menganjurkan untuk menjadi golput,
13. Dilarang memberikan informasi kepada siapapun terkait dengan hasil perhitungan suara Pemilu 2019,
14. Dilarang menjadi panitia umum pemilu, anggota komisi pemilu (KPU) dan panitia pengawas pemilu (Panwaslu).
Sebelumnya, anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, menuding pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf telah melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Alasannya, karena Jokowi-Ma'ruf melibatkan Badan Intelijen Negara dan Polri, sehingga kedua lembaga negara ini kehilangan netralitasnya.
"Untuk dipahami bahwa ketidaknetralan Polri dan BIN adalah kecurangan yang TSM karena melibatkan aparatur pemerintah yang direncanakan di seluruh Indonesia," ujar Denny di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Jumat (14/6).
Denny mengatakan hal tersebut ketika membacakan dalil permohonan paslon 02 Prabowo-Sandi, dalam sidang pendahuluan perkara sengketa Pilpres 2019. (Ant)