close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Konferensi pers Tim Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), Jumat (24/6). Foto Dok
icon caption
Konferensi pers Tim Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), Jumat (24/6). Foto Dok
Nasional
Jumat, 24 Juni 2022 15:46

KuPP: Catatan kasus penyiksaan di Indonesia hanya puncak gunung es

Amiruddin menyoroti beberapa kasus yang ramai jadi perhatian publik, salah satunya kasus kerangkeng manusia oleh Bupati Langkat.
swipe

Koalisi untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi protokol opsional konvensi dunia melawan penyiksaan atau Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT). Ini terkait dengan masih ditemukannya kasus-kasus penyiksaan yang terjadi di Indonesia.

Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin menyebut, kasus-kasus penyiksaan yang tercatat baik di lembaga atau pemberitaan media massa hanya sebagian kecil dari masalah yang ada di masyarakat.

"Kita bangun kesadaran bersama, bahwa apa yang muncul di media, kasus-kasus penyiksaan itu, hanya puncak gunung es dari banyak masalah," kata Amiruddin dalam konferensi pers Tim Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), Jumat (24/6).

Amiruddin menyoroti beberapa kasus yang ramai jadi perhatian publik, salah satunya kasus kerangkeng manusia oleh Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin. Menurutnya, kasus ini menggambarkan lemahnya mekanisme pencegahan penyiksaan di Indonesia.

"Itu menunjukan apa? Institusi kenegaraan di wilayah itu tidak berfungsi untuk mencegah, bahkan kepala daerahnya sendiri berbuat seperti itu," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution mengatakan, ada faktor budaya di masyarakat yang jadi tantangan dalam kasus pencegahan penyiksaan. Menurutnya, salah satu yang perlu didorong adalah agar masyarakat bersikap permisif terhadap kasus penyiksaan yang terjadi di sekitar.

"Tidak semua masyarakat yang mengalami penyiksaan, atau yang melihat itu kemudian punya keberanian untuk melapor. Jadi mestinya ini juga menjadi agenda yang perlu didorong," terang Maneger.

Lebih lanjut, hasil analisis LPSK terhadap data permohonan perlindungan korban penyiksaan menemukan, tahapan penyiksaan tertinggi terjadi saat penangkapan. Sementara pelaku penyiksaan berasal dari pejabat publik.

"Siapa aktornya? Pelaku dari penyiksaan itu pertama memang pejabat atau penyelenggara negara, yang kedua aparatur dan yang ketiga itu pejabat publik. Itu yang menjadi aktor dari pelaku penyiksaan," jelas Maneger.

Untuk itu, Tim KuPP yang terdiri dari Komnas Perempuan, Komnas HAM, Ombudsman RI, LPSK, dan KPAI bersama dengan Komisi Nasional Disabilitas (KND) mendorong terwujudnya mekanisme pencegahan penyiksaan melalui ratifikasi OPCAT.

Ini dilakukan sebagai upaya untuk menghentikan segala bentuk penyiksaan, sekaligus menjadi pedoman untuk mencegah munculnya kasus-kasus penyiksaan di lembaga-lembaga negara.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan