Aliansi Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa melayangkan petisi dan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Perpres 78/2021 tentang BRIN berimbas pada meleburnya beberapa lembaga.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), hingga Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman resmi dibubarkan usai pembentukan BRIN.
Peleburan lembaga-lembaga riset tersebut menimbulkan persoalan organisasi yang menghambat masa depan penelitian Indonesia. Urusan peleburan lembaga nyatanya terbentur dengan aturan birokratisasi peneliti yang pada gilirannya sebabkan sekitar 1.600 peneliti non PNS ter-PHK. Padahal, mereka berpendidikan mulai dari S1, S2, dan S3, bahkan di antara mereka ada yang telah mendapatkan penghargaan dari negara.
Aliansi Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa meminta Presiden Jokowi mengembalikan tugas pokok dan fungsi BRIN sebagai koordinator riset di Indonesia. BRIN tidak perlu melebur ke berbagai lembaga riset yang ada.
Di sisi lain mereka sepakat dengan gagasan Presiden untuk membenahi, meningkatkan efektivitas dan efisiensi lembaga-lembaga penelitian kita demi mendukung pembangunan nasional untuk mencapai visi Indonesia Emas.
“Dengan berbagai pertimbangan segenap pihak yang berkompeten dan konsen (sebagaimana nama terlampir) kami mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengoreksi Perpres No. 78 tahun 2021 dan membentuk sebuah tim independen yang fokus untuk memberi rekomendasi terbaik bagi Riset Indonesia,” ujar perwakilan Aliansi Achmad Nur Hidayat dalam keterangan tertulis, Kamis (20/1).
Aliansi Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa pun menuntut para tenaga asisten riset dan honorer lainnya dipekerjakan lagi ke lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), menganulir posisinya, dan mengembalikan hak-haknya yang telah dicabut pasca diberlakukannya Perpres 78/2021 tentang BRIN. Sebab, Perpres 78/2021 merupakan turunan Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan harus diperbaiki.
Perbaikan Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja semestinya diiringi dengan penundaan pemberlakuan Perpres 78/2021.
“Semoga rekomendasi di atas menjadi pertimbangan Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo, serta Dewan Pengarah BRIN Prof (HC), Dr. Megawati Soekarnoputri demi terwujudnya perkembangan riset nasional yang signifikan, terarah, dan berkelanjutan untuk mencapai kepentingan nasional bangsa Indonesia,” ujarnya.
Sejak pukul 15.12 WIB hari ini, tercatat lebih dari 11 ribu orang telah menandatangani petisi online di laman change.org.
Berikut nama-nama tokoh yang turut menandatangani petis:
1. Prof Azyumardi Azra
2. Prof Didin S Damanhuri
3. Prof Agus Pakpahan
4. Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro
5. Prof Sofian Effendi
6. Prof Mayling Oey-Gardiner
7. Prof.em Franz Magnis Suseno
8. Dr Abdul Malik
9. Dr Fadhil Hasan
10.Dr Connie Bakrie
11.Bursah Zarnubi
12.Prof Widi Agoes Pratikto
13.Prof Hermanto Siregar
14.Dr Anthony Budiawan
15.Dr H Abustan
16.Dr P Setia Lenggono
17.Prof Taufik Abdullah
18.Dr Busyro Muqaddas
19.Dr Ahlis Djirimu
20.HE Sri Astari Rasyid
21.Prof Agus Suman
22.Dr Suparman Marzuki
23.Dr. Ir. Muhammad Said Didu, IPU, ASEANEng
24.Prof Rochmat Wahab
dan 8.365 tokoh lainnya.