Mantan Manajer Administrasi dan Keuangan Connaught International Pte. Ltd., Sallyawati Rahardja, kembali dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia akan diperiksa dalam kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia (Persero).
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," kata Kepala Biro Humas Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (18/7).
Diketahui, Sally merupakan mantan anak buah pendiri PT Mugi Rekso Abadi, sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo. Ia merupakan salah satu tersangka dalam perkara ini.
Panggilan ini bukan menjadi pemeriksaan pertama bagi Sally. Ia telah beberapa kali dipanggil tim penyidik KPK. Komisi antirasuah bahkan pernah mencekal Sally keluar negeri.
Belum diketahui pasti, apa yang akan menjadi fokus penyidik untuk menggali keterangan kepada Sallyawati dalam pemeriksaan hari ini.
Selain Sally, tim penyidik KPK juga akan memeriksa advokat Hanafiah Ponggawa & Partners (HPRP) Andre Rahadian. Dia juga akan diperiksa untuk tersangka Emirsyah.
Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar belum ditahan oleh KPK sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Januari 2017. Begitu pun dengan tersangka bos PT MRA Soetikno Soedardjo.
KPK menduga Emirsyah Satar telah menerima suap 1,2 juta euro dan US$180.000 atau senilai total Rp20 miliar, serta dalam bentuk barang senilai US$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Diduga uang tersebut berasal dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris Rolls Royce, terkait pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 oleh PT Garuda Indonesia Tbk.
Tersangka Soetikno Soedarjo berperan sebagai perantara. Saat itu dia menjabat sebagai beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura.
Adapun Rolls Royce, telah dijatuhi denda senilai 671 juta poundsterling atau sekitar Rp11 triliun oleh pengadilan Inggris. Berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris, perusahaan ini telah melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brasil, Kazakhstan, Azerbaijan, Irak, Anggola.
Atas perbuatannya, Emirsyah disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.