Seorang siswi SMA yang sama dengan tiga tersangka, dilaporkan ke polisi atas tindakan pengeroyokan Audrey. Namun, hingga kini statusnya masih terlapor.
Penyidik Polresta Pontianak Kalimantan Barat kembali menambahkan satu terlapor atas kasus penganiayaan Audrey. Satu terlapor tersebut diketahui berinisial AKS.
“Sudah ada satu lagi terlapor atas nama AKS,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, Rabu (10/4).
Dedi menyatakan terlapor merupakan seorang siswi yang satu sekolah dengan ketiga pelajar lainnya, yakni F, T dan M. Sama dengan ketiga pelajar lainnya, AKS juga berusia 17 tahun.
Menurut Dedi, dari keempat terlapor, baru tiga yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni F, T dan M. Kendati demikian, ketiga tersangka tersebut masih dalam pemeriksaan di Polresta Pontianak.
“Satreskrim Polresta Pontianak telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dan dalam proses pemeriksaan,” kata Dedi.
Ditambahkan Dedi, para tersangka belum akan dilakukan penahanan karena masih menunggu beberapa pertimbangan dari tim penyidik. Sedangkan, terlapor AKS juga masih dalam pemeriksaan.
Kronologi pengeroyokan
Seorang siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat, dikeroyok oleh sejumlah siswi SMA. Aksi pengeroyokan tersebut yang menyasar seorang gadis bernama Audrey.
Aksi pengeroyokan terjadi pada hari Jumat, 29 Maret 2019 sekitar pukul 14.30 WIB. Sebelumnya, sebagian pelaku sudah membuntuti korban saat perjalanan hendak menuju rumah sepupunya.
Seusai menjemput sepupunya, korban yang bergegas kembali bepergian dihadang terduga pelaku pengeroyokan, kemudian diseret menuju belakang sebuah gedung di kawasan Jalan Sulawesi.
Sejumlah siswi SMA yang menunggunya langsung menyiramkan air ke korban dan menarik rambutnya hingga terjatuh.
Lantas kemudian korban ditendang, diinjak-injak perutnya, serta dibenturkan kepalanya pada aspal jalan. Korban dan sepupunya yang mencoba kabur, terus dikejar dan persekusi pun berlanjut sampai seorang warga melintas.
Saat korban diturunkan dari sepeda motor, salah seorang pelaku menunjukkan isi chat dari aplikasi sosial media. Sehingga, dugaan sementara pemicu aksi pengeroyokan adalah masalah asmara, yang muaranya dari saling berbalas komentar di media sosial.
Seiring sejalan, tagar #JusticeForAudrey pun sempat jadi trending topic di twitter. Luapan kemarahan warganet atas tragedi penganiayaan terhadap Audrey juga turut dilampiaskan dengan membuat petisi online di laman Change.org.
Bahkan, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea meminta Presiden Joko Widodo untuk menginstruksikan penegak hukum agar segera mengusut tuntas kasus penganiayaan terhadap siswi yang masih SMP ini.
"Hanya dengan satu kalimat apabila bapak Presiden RI, Bapak Jokowi berbicara di televisi ada kasus Audrey Pontianak segera disidik dan ditangkap pelakunya, maka hukum cepat berjalan. Pak Jokowi this is the right time for you," tulis Hotman Paris di akun instagramnya.
Pasca pengeroyokan, Audrey mengalami trauma berat. Sebab pengeroyokan juga disertai aksi brutal seperti mencolok bagian alat vital Audrey. Kini, Audrey menjalani perawatan intensif. Ia diperiksa pada bagian tengkorang kepala dan dada.
"Secara fisik dia sudah mulai pulih, tapi secara psikis menyisakan trauma yang cukup mendalam. Sehingga, masih terus didampingi psikolog,” kata Lilik Meilani, ibunda Audrey, yang dilansir dari Pontianak Pos, Selasa (9/4).
Mendikbud jenguk
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan akan menjenguk Audrey (14), korban persekusi oleh sejumlah siswa SMA di Pontianak.
"Saat ini saya belum bisa memberi penjelasan karena ingin mengumpulkan informasi di lapangan langsung. Insha Allah besok pagi saya akan ke lokasi sambil menjenguk korban," ujar Mendikbud di Jakarta, Rabu (10/4).
Dia juga menambahkan tindakan seperti itu seharusnya tidak terjadi. Pihaknya berupaya mengumpulkan informasi langsung untuk mengetahui kejadian sebenarnya.
Pemerhati pendidikan Indra Charismiadji mengatakan tindakan yang dilakukan murni tindakan kriminal dan jangan mengasumsikan bahwa hal itu potret pendidikan.
"Ini hanya kasuistik, bukan mencerminkan pendidikan Indonesia," kata Indra. Dia menambahkan pemerintah hendaknya memberikan pendidikan menghadapi perundungan. (Ant).