Kumpulan warga yang sebelumnya tergabung dalam Negara Islam Indonesia (NII) menyatakan mundur dari kelompok tersebut. Pernyataan mundur tersebut juga diiringi dengan pencabutan bai’at atau sumpah kepada NII.
Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Irjen Teddy Minahasa P, mengaku bersyukur atas kesadaran warga di Sumbar untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi setelah dirinya memberikan batas waktu bagi kelompok tersebut untuk keluar dari NII.
"Tenggang waktu yang saya berikan sampai 20 Mei, Alhamdulillah sebelum sampai 20 Mei seluruhnya telah cabut ba'iat," kata Teddy dalam keterangan, Kamis (12/5).
Ia menyebut, dari jumlah yang diketahui dari Mabes Polri sebelumnya sejumlah 1.125 orang. Kemudian dari pengembangan yang dilakukan menjadi sejumlah 1.157 orang.
"Jadi ada penambahan anggota NII 32 orang," ujarnya.
Teddy menerangkan, dari yang telah di release di Kabupaten Dharmasraya adalah sebanyak 391 orang, kemudian di Kabupaten Tanah Datar 518 orang, dan untuk hari ini adalah 225 orang.
"Seluruhnya yang sudah melakukan cabut ba'iat sejumlah 1.134," kata Irjen Pol Teddy Minahasa.
Ia menyebut, 16 orang pertama telah dilakukan penangkapan, dan ada tujuh orang yang meninggal dunia. Meninggal dunianya bukan karena penegakan hukum, tetapi sudah takdirnya meninggal dunia.
"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi tingginya seluruh anggota NII yang telah sadar tanpa dipaksa paksa menyatakan setianya kepada NKRI," sebutnya.
Ia pun menambahkan, kepada seluruh mereka yang telah kembali kepada NKRI tersebut, akan dilakukan pembinaan dan pengawasan serta monitoring secara bersama-sama dengan stakeholder dan juga elemen bangsa.
Sebelumnya, kelompok warga NII di Sumbar juga telah mencabut sumpah mereka untuk kembali ke Ibu Pertiwi.
Kadensus 88 Anti Teror (AT) Mabes Polri Irjen Marthinus Hukom mengatakan, ratusan warga tersebut menyatakan kembali ke NKRI dengan pencabutan bai’at atas NII. Ada 391 warga yang melakukan kegiatan tersebut dan dinyatakan yang terbesar dilakukan pencabutan bai’atnya pada Rabu (27/4).
“Ini bertepatan dengan bulan suci Ramadan, mengucapkan syukur karena momentum ini juga sebagai forum silaturahmi, terutama ex. NII yang hadir,” kata Marthinus, dalam keterangan, Kamis (28/4).
Ia menyebut, pihaknya hadir tidak saja sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai bagian dari anak bangsa. Niatan hati untuk merangkul warga NII tersebut yang mungkin di antaranya menjadi korban karena ketidaktahuan mereka.
"Pemerintah melakukan pendekatan kepada saudara kita yang melakukan penyimpangan, memahami suatu yang salah. Kami ingin duduk bersama merangkul dengan penuh kasih sayang," terangnya.
Dengan duduk bersama tersebut, kata Marthinus, maka hal itu tentu menjadi lebih penting dari pada penangkapan. Bahkan, lebih penting dari pada penegakan hukum.
"Hari ini saya melihat kesadaran untuk bangkit bersama-sama menjaga NKRI ada di sini. Ini untuk pertama kali kami bersama saudara-saudara dalam jumlah yang besar. Jumlah paling besar hari ini yang dilakukan," pungkasnya.
Beberapa waktu lalu, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri menyampaikan sejumlah hasil pemeriksaan terkait pemeriksaan para tersangka jaringan Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatera Barat. Para tersangka berjumlah 16 orang dengan lokasi penangkapan di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Tanah Datar.
Kabagops Densus 88 Antiteror Mabes Polri Kombes Aswin Siregar mengatakan, hasil pemeriksaan itu menunjukkan adanya potensi ancaman berupa serangan teror. Hal itu tertuang dalam wujud perintah mempersiapkan senjata tajam berupa golok dan juga mencari para pandai besi.
“Adapun temuan alat bukti arahan persiapan golok tersebut sinkron dengan temuan barang bukti sebilah golok panjang milik salah satu tersangka,” kata Aswin dalam keterangan, Senin (18/4).
Aswin menyampaikan, secara garis besar ada enam potensi ancaman teror dari jaringan NII Sumatera Barat. Potensi itu berada pada level nasional yang marak dengan penggulingan pemerintahan Republik Indonesia.
Potensi pertama, mereka diketahui memiliki keinginan untuk mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi Syariat Islam secara kaffah dan memiliki niat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah apabila NKRI sedang dalam keadaan kacau.
NII, kata Aswin, melakukan berbagai kegiatan i’dad atau persiapan serangan teror secara rutin dan merencanakan persiapan logistik serangan teror berupa senjata tajam berupa golok serta produsen senjata tajam (pandai besi). Perekrutan anggota secara masif di wilayah Sumatera Barat dengan melibatkan anak-anak di bawah umur.
“Mereka memiliki hubungan dengan kelompok teror di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Bali,” ucap Aswin.
Aswin menyebut, para tersangka yang sudah ditangkap memberikan keterangan bahwa struktur NII mereka berada pada tingkatan cabang/kecamatan/ CV (istilah NII) IV/Padang dengan anggota mencapai 1.125 anggota. Terdapat 400 orang di antaranya merupakan personel aktif dan selebihnya nonaktif.