Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disebut menjual lahan di pusat kuliner Muara Karang, Pluit, Jakarta Utara, senilai Rp69 juta per meter. Demikian diungkapkan oleh anggota DPRD DKI dari Fraksi PDI Perjuangan, Ima Mahdiah.
Ima mengaku mengetahui harga sewa per meter lokasi pusat kuliner tersebut berdasarkan laporan dan pengaduan RW dan warga setempat. Pihaknya pun tidak percaya dengan pernyataan Pemprov DKI melalui PT Jakarta Utilitas Propertindo, yang menyebut hanya akan ada bangunan semi permanen di lokasi pusat kuliner itu.
"Iya sudah mulai dijual. Karena di situ ada marketing gallery. Dia jual satu meternya Rp69 juta," kata Ima saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (6/2).
Ima menuturkan dengan harga sebesar itu, pembeli bisa menggunakan lahan untuk berjualan makanan dengan lama sewa sesuai kontrak sampai 25 tahun. "Kalau enggak salah (kontraknya) 25 tahun. Ya mungkin disewa tapi per meternya segitu," ujarnya.
Menurut dia, proyek pembangunan pusatkuliner di Pluit itu seharusnya dihentikan. Mengingat, Pemprov DKI membangun di atas lahan ruang terbuka hijau (RTH). Terlebih, di lokasi tersebut terdapat bangunan sutet bertegangan tinggi yang justru dapat membahayakan masyarakat.
"Seperti enggak ada tempat lain saja. Lagi pula masyarakat di sana juga menolak karena mereka merasa di lokasi tersebut merupakan RTH," ujar Ima. "Jadi, kita di sini F-PDIP ingin ini kembali menjadi semula. Menjadi RTH.”
Namun, alih-alih membatalkan proyek tersebut, Ima menyayangkan sikap Pemprov DKI yang malah mengeluarkan izin bangunan tersebut. "Kenapa bisa keluar IMB-nya.Terlebih ada Sutet dan berbahaya. Kalau misal PLN bilang aman, PLN harus ditelusuri lagi kenapa izinnya bisa aman. Jangan-jangan enggak ke lapangan lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Aset dan Properti PT Jakarta Utilitas Propertindo, Hafidh Fathoni, mengatakan pihaknya bekerja sesuai dengan tugas dari Pemprov DKI. Dia menyebut bangunan ini sudah mengantongi izin.
Hafidh menjelaskan pihaknya siap memberi penjelasan kepada DPRD DKI mengenai detail proyek pembangunan tersebut. “Ya, kalau dianggap melanggar kami diajak bicara juga tidak apa-apa kok, kami akan hadir,” ujar Hafidh.