Lahan suap jalur mandiri perguruan tinggi negeri
Dunia pendidikan lagi-lagi tercoreng, usai beberapa pejabat di lingkungan Universitas Lampung (Unila), termasuk Rektor Unila Karomani, terjaring tangkap tangan KPK pada Jumat (19/8). Selain Karomani yang ditangkap di Bandung, dalam operasi senyap itu KPK turut mengamankan tujuh orang lainnya.
Dari hasil penyelidikan, lembaga antirasuah menetapkan empat tersangka, yakni Rektor Unila Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan pihak swasta Andi Desfiandi.
Operasi klandestin itu dilakukan KPK menindaklanjuti laporan masyarakat yang diterima soal dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Unila tahun akademik 2022. KPK menduga, Karomani dan kanca-kancanya menerima suap mencapai Rp5 miliar dari orang tua calon mahasiswa yang ikut seleksi masuk Unila lewat jalur mandiri.
Praktik lancung Karomani membuat publik kini menyoroti kebijakan jalur mandiri penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN).
Musabab
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Panut Mulyono meminta kasus yang menyeret Rektor Unila, Karomani, tak dijadikan dasar untuk menggeneralisasi penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri di PTN sarat korupsi.
Ia menjelaskan, seleksi jalur mandiri di PTN bisa dikatakan sebagai sebuah kebebasan dari rektor, yang masih dalam koridor implementasi kebijakan pemerintah tentang penerimaan mahasiswa baru. Dasar hukumnya termuat dalam Pasal 3 ayat 1 huruf c Permendikbud Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada PTN.
Dalam beleid itu, selain Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), penerimaan mahasiswa di PTN bisa dilakukan dengan seleksi lainnya.
Menurut Panut, berdasarkan Pasal 3 ayat 4 Permendikbud 6/2020, seleksi lainnya itu dilakukan berdasarkan tata cara yang ditetapkan masing-masing pimpinan PTN.
“Seleksi tersebut harus dilaksanakan secara adil, akuntabel, fleksibel, efisien, dan transparan,” ujar Panut saat dihubungi reporter Alinea.id, Senin (29/8).
“(Seleksi itu) dilakukan setelah pengumuman hasil SNMPTN dan SBMPTN, paling lambat pada akhir Juli tahun berjalan.”
Meski seleksi ujian mandiri sah berdasarkan Permendikbud, tetapi pelaksanaannya harus mempertimbangkan proporsi jumlah daya tampung setiap program studi. “Pada PTN selain PTN BH (badan hukum) ditetapkan paling banyak 30% dan PTN BH ditetapkan paling banyak 50% dari daya tampung seluruh program studi,” tuturnya.
“Ketentuan tersebut sebagaimana Pasal 6 ayat 5 dan 6 Permendikbud 6/2020.”
Panut menerangkan, biaya pendidikan jalur mandiri kemungkinan berbeda dari mahasiswa yang lulus SNMPTN dan SBMPTN. Sumbangan lainnya di luar uang kuliah tunggal dalam seleksi mandiri, tujuannya sebagai pembiayaan subsidi silang dan pengembangan institusi. Namun, penerimaan dan pemanfaatan biaya tersebut harus jelas serta transparan.
“Untuk sebesar-besarnya bagi kemajuan pendidikan, tidak untuk keuntungan pribadi, apalagi keuntungan para pimpinan PTN,” katanya.
Sementara itu, koordinator nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji melihat, praktik tercela dalam jalur mandiri PTN berakar dari perubahan status perguruan tinggi yang semula badan layanan umum (BLU) menjadi badan hukum (BH).
Perubahan status itu, kata Ubaid, diperkuat karena salah satu implementasi kebijakan Kampus Merdeka adalah mendorong PTN menjadi PTN BH. Ketika kampus sudah berbadan hukum, maka diberikan kewenangan untuk mencari pendanaan secara mandiri.
“Jalur mandiri ini dijadikan sarana untuk fundraising. Karena enggak ada ketentuannya, enggak ada batas-batasannya, ya fundraising-nya jadi ugal-ugalan,” ucapnya, Senin (29/8).
Kebijakan Kampus Merdeka yang mendorong PTN bertransformasi menjadi PTN BH tertuang dalam Permendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permendikbud Nomor 88 Tahun 2014 tentang Perubahan PTN menjadi PTN BH.
Dalam aturan perubahan itu, terkesan ada pelonggaran soal persyaratan PTN menjadi PTN BH, menyangkut syarat menyelenggarakan Tridharma Perguruan Tinggi yang bermutu. Di Permendikbud 88/2014 yang dimaksud bermutu adalah status terakreditasi dan peringkat terakreditasi unggul, baik perguruan tinggi maupun 80% dari program studi yang diselenggarakan. Ketentuan itu diubah menjadi paling sedikit 60% program studi dengan peringkat akreditasi unggul.
Sedangkan “keistimewaan” PTN BH tertuang dalam Pasal 65 ayat 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Di dalam pasal itu disebut, PTN BH memiliki kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah.
Kemudian, tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri, unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi, hak mengelola dana secara mandiri, serta berwenang mengangkat dan memberhentikan dosen atau tenaga pendidik. PTN BH pun punya wewenang mendirikan badan usaha, mengembangkan dana abadi, serta membuka, menyelenggarakan, dan menutup program studi.
Dengan segala keistimewaan tadi, kata Ubaid, terkesan negara memberi keluluasaan kepada PTN BH untuk mencari pendanaan sesukanya. Praktik itu berpotensi jadi masalah dalam seleksi ujian mandiri.
“Menjadi masalah ketika itu dijadikan alat pemerasan, mendiskriminasi anak-anak yang bermutu, kompeten, dan berkualitas, kalah dengan anak-anak dari kalangan the have, yang punya banyak duit,” ucap Ubaid.
Otonomi yang diberikan negara kepada PTN BH disebut Ubaid tak ubahnya sebagai sikap pemerintah yang tak menghendaki transparansi. “Mau kuotanya berapa terserah kampus, besaran uangnya berapa terserah kampus,” kata dia.
Lebih lanjut, Ubaid menjelaskan, segala praktik itu membuat hak untuk mendapatkan pendidikan di Indonesia menjadi timpang. Menurutnya, negara perlu memberi jaminan akses menuju PTN menjadi inklusif, bukan lagi eksklusif berdasarkan kemampuan materi.
Akhirnya, ia menyarankan jalur mandiri dihapus. Sebab, jadi biang kerok ladang korupsi di PTN. Selain itu, ia pun mengusulkan klausul mendorong PTN jadi PTN BH dalam kebijakan Kampus Merdeka juga ditiadakan.
“PTN BH ini adalah proses pelepasan tanggung jawab negara terhadap kampus dan road map-nya adalah swastanisasi dan komersialisasi,” tuturnya.
“Mana tanggung jawab negara yang harus memberikan pelayanan mendapatkan pendidikan kepada warga?”
Rekomendasi
Panut mengatakan, FRI akan mengeluarkan tiga rekomendasi, merespons kasus suap jalur mandiri yang melibatkan Rektor Unila. Pertama, mendorong pemimpin PTN mengevaluasi sekaligus memperbaiki tata kelola sistem ujian mandiri.
“Untuk menjamin rasa keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan menghindarkan diri dari praktik korup,” kata dia.
Kedua, mengajak pemimpin PTN untuk menjaga marwah kampus sebagai lembaga terdepan dalam menjunjung tinggi etika dan integritas moral yang baik. Ketiga, mendorong pemimpin PTN untuk menjaga rasa kebersamaan.
Di sisi lain, sepekan setelah tangkap tangan, pada Jumat (26/8) KPK menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), membahas perbaikan proses penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri.
Menurut Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Nizam, rapat itu sebagai tindak lanjut tertangkapnya Karomani. Nizam mengatakan, mengenai evaluasi seleksi jalur mandiri, hasilnya bakal tertuang dalam Permendikbud Ristek yang kini tengah digodok.
“Kemendikbud Ristek telah menyusun rencana peraturan menteri tentang seleksi masuk PTN, termasuk seleksi melalui jalur mandiri,” katanya saat dihubungi, Senin (29/8).
Ia mengatakan, KPK juga sudah memberi berbagai masukan untuk rancangan peraturan tersebut. Saran-saran dari KPK itu pun sudah tertuang di dalamnya.
“Silakan tunggu saja terbitnya rapermen (rancangan peraturan menteri) baru tersebut,” tutur Nizam.
Menurut Plt. juru bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, lembaga antikorupsi menganggap perlu ada penguatan regulasi. Karenanya, KPK memberi masukan dalam rancangan Permendikbud Ristek yang mengatur penerimaan mahasiswa baru.
“(Permendikbud Ristek itu) merupakan revisi atas Permendikbud Nomor 6 Tahun 2020,” ucapnya, Senin (29/8).
Masukan KPK itu, kata Ipi, terkait pengaturan dan penambahan prinsip bebas benturan kepentingan, termasuk gratifikasi dan hubungan relasional. Ada empat rekomendasi yang disampaikan KPK di rapat itu. Menurut Ipi, salah satunya melakukan audit terbatas secara cepat kepada PTN untuk memetakan kelemahan seleksi jalur mandiri.
“Pelaksanaan audit dapat bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” kata Ipi.
Lalu, KPK meminta Kemendikbud Ristek menyusun panduan untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam proses penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri. Terkait hal ini, KPK menekankan prosedur atau mekanisme dalam seleksi, seperti ketentuan kuota ujian mandiri, kriteria dalam menentukan kelulusan peserta, seleksi berbasis akademik melalui tes mandiri, konsorsium hasil tes lainnya, serta transparansi terkait kuota untuk kelompok afirmasi.
Kemudian, KPK meminta agar proses seleksi jalur mandiri dilaksanakan secara digital. “Digitalisasi akan lebih memberikan kepastian, transparansi, dan mempercepat prosesnya,” ujar Ipi.
Terakhir, KPK menyarankan Kemendikbud Ristek agar memperkuat sistem pengawasan dan mendorong partisipasi masyarakat untuk menyampaikan laporan lewat kanal pengaduan.
“Baik (kanal pengaduan) yang dikelola Kemendikbud Ristek maupun melalui platform JAGA Kampus yang dikelola KPK,” ujarnya.