Komnas Perempuan menilai, lansia penyintas pelanggaran HAM berat masa lalu masih belum terpenuhi haknya. Selama ini, korban pelanggaran HAM masa lalu masih mengalami diskriminasi baik secara sosial, politik, dan hukum.
Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat menilai, masih banyak masalah dari penanganan pelanggaran HAM di masa lalu. Salah satunya yang dirasakan oleh perempuan korban kekerasan seksual di masa lalu yang belum mendapatkan keadilan sepenuhnya.
“Hak-hak lansia dengan kondisi khusus korban politik di masa lalu belum terpenuhi. Salah satunya hak keadilan reparatif,” kata Rainy, dalam diskusi bertajuk Pemenuhan Hak Lansia khususnya penyintas pelanggaran HAM Masa Lalu yang disiarkan secara daring di saluran YouTube Komnas Perempuan, Jumat (3/6).
Komnas Perempuan mendedikasikan Mei sebagai bulan peringatan peristiwa Mei 1998. Hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap korban, khususnya penyintas pelanggaran HAM masa lalu yang saat ini telah berusia lanjut.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan lansia sekaligus penyintas Uchikowati Fauzia mengungkapkan, penerimaan di dalam masyarakat adalah hal yang dibutuhkan para lansia korban pelanggaran HAM berat. Mereka adalah bagian dari lansia Indonesia dan tidak pernah meninggalkan Tanah Air.
“Apa saja sih yang dibutuhkan oleh lansia pelanggaran HAM berat masa lalu? Tentu saja adalah penerimaan di dalam masyarakat, bahwa kami sama juga seperti lansia-lansia yang lainnya,” ujar Uchi.
Uchikowati berharap, lansia korban pelanggaran HAM di masa lalu mendapatkan tunjangan sosial. Kehidupan di masa lalu yang dihabiskan dalam penjara sangat merugikan, yang membuat mereka tidak bekerja atau memiliki tabungan.
Pemerintah telah menyiapkan program untuk pemenuhan kebutuhan pendukung dasar bagi lansia. Ada dua program berdasarkan keterangan yang disampaikan Kepala BLBI Abiyoso Cimahi pada Kementerian Sosial Isep Sepriyan.
“Ada program sembako bagi lansia, kemudian Program Keluarga Harapan (PKH) khusus lansia. Kalau program sembako itu bantuannya berupa sembako, kemudian untuk PKH lansia itu programnya berupa uang,” terang Isep.
Sementara Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK, Khotimun Sutanti memaparkan, pengakuan oleh negara sangat berpengaruh terhadap pemenuhan hak-hak mereka. Para lansia korban pelanggaran HAM berat perlu diterima kembali di masyarakat, diberdayakan, serta dilibatkan kembali dalam proses pembangunan.
“Ketika pengakuan secara politik itu sulit, kita berharap negara akan melakukan tugasnya dalam pemenuhan hak masyarakat, termasuk lansia korban pelanggaran HAM berat dalam upaya pemulihan, keadilan, dan reintegrasi,” ungkap Khotimun.