Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, menerima laporan hasil penyelidikan Komnas HAM terkait tragedi Kanjuruhan.
Mahfud mengungkapkan ada sedikit perbedaan antara laporan Komnas HAM dengan laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi Kanjuruhan yang telah dirilis terlebih dahulu pada 14 Oktober 2022. Menurutnya, laporan Komnas HAM dinilai lebih keras dibandingkan laporan TGIPF.
Hal ini tercermin dari sikap Komnas HAM dalam laporannya, yang menilai masih ada pihak-pihak yang perlu dimintai pertanggungjawaban atas tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang.
"(Isinya) Hampir sama ya, tetapi ini lebih keras kalau dari Komnas HAM. Pokoknya jangan hanya itu yang ditindak, di atasnya ada lagi," kata Mahfud dalam keterangan pers di kantornya, Kamis (3/11).
Disampaikan Mahfud, laporan Komnas HAM juga dinilai lebih detail dan memiliki data yang lebih lengkap.
"(Laporan) Komnas HAM lebih detail dan datanya lebih dilengkapi lagi dari kita dulu (laporan TGIPF), tetapi substansinya hampir sama," ujarnya.
Laporan tersebut akan segera disampaikan kepada Presiden Joko Widodo, guna mengambil kebijakan atau langkah-langkah perbaikan tata kelola sepak bola Indonesia. Baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Sejauh ini, ada enam orang yang ditetapkan sebagi tersangka dalam tragedi Kanjuruhan. Keenam tersangka tersebut yakni Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC AH, Security Officer SS, Kabag Operasi Polres Malang WSS, Danki III Brimob Polda Jawa Timur H, dan Kasat Samapta Polres Malang BSA.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai, enam tersangka yang telah ditetapkan oleh pihak kepolisian ini tidak cukup.
"Dalam temuan kami, enam tersangka yang sudah ditetapkan kepolisian, itu tidak cukup," kata Anam.
Menurutnya, fakta-fakta yang ditemukan Komnas HAM dalam tragedi Kanjuruhan tidak hanya soal pelanggaran administrasi saja. Namun, harus ada tanggung jawab secara pidana dari pihak yang berwenang dalam tata kelola persepakbolaan di Indonesia.
"Ada layer-layer tertentu, yang sampai level bertanggung jawab dalam urusan tata kelola sepak bola ini, juga harus ada tanggung jawab pidananya," ujar Anam.
Anam menilai, tanggung jawab pidana oleh pihak-pihak di luar enam orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam hal ini menjadi penting.
Terlebih, tragedi Kanjuruhan menjadi salah satu peristiwa kemanusiaan mengerikan dalam catatan sepak bola dunia dengan korban meninggal dunia mencapai 135 orang.
"Kami menemukan fakta-fakta bahwa itu tidak semata-mata soal administrasi. Tidak semata-mata soal melanggar dan tidakmelanggar aturan PSSI, tetapi ini masuk ke logika dan ranah hukum pidana," papar Anam.