Meski gagal bertemu Presiden RI Joko Widodo, delegasi masa aksi bela tauhid yang bertemu dengan
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dan Wakil Kapolri, Ari Dono, mengajukan 5 tuntutan dalam aksinya. Hal tersebut diungkapkan oleh Habib Hanif Alatas.
Kata Hanif, pertama, menuntut kepada pemerintah Republik Indonesia untuk membuat pernyataan resmi bahwa Bendera Tauhid adalah Bendera Rasulullah SAW. Bukan Bendera Ormas apa pun, sehingga tidak boleh dinistakan oleh siapa pun.
“Saya ingin tanya, bendera tauhid ini bendera ormas atau Rasullullah?," kata Hanif di hadapan peserta aksi dari atas mobil komando.
"Rasullullah," jawab para peserta.
Kedua, menuntut kepada penegak hukum untuk memproses semua pihak yang terlibat dalam pembakaran bendera tauhid. Baik pelaku maupun aktor intelektual yang mengajarkan dan mengarahkan serta menebar kebencian untuk memusuhi bendera Tauhid.
Ketiga, mengimbau kepada semua umat Islam Indonesia untuk tetap menjaga persatuan dan tidak mudah diadu domba oleh pihak manapun. Keempat, mengimbau kepada umat beragama agar menghormati simbol agama dan selalu menjaga kebhinekaan sehingga tidak ada persekusi atau penolakan terhadap pemuka agama atau aktivis di wilayah NKRI.
Terakhir, PBNU wajib meminta maaf kepada umat Islam atas pembakaran bendera Tauhid yang dilakukan oleh anggota Banser NU di Garut, Jawa Barat.
"Serta PBNU harus bersih dari liberal dan aneka paham sesat menyesatkan lainnya karena NU adalah rumah besar Aswaja," ujarnya.
Selain itu, dia pun mengapresiasi terhadap Menko Polhukam yang berjanji akan memfasilitasi pertemuan tatap muka antar sesama organisasi Islam lainnya.
"Kalau umat Islam tidak ingin aksi lagi gampang caranya, (yaitu) pelaku pembakaran dan aktor intelektualnya dihukum dengan tegas," kata Hanif.