Pengelolaan limbah medis Covid-19 dinilai menjadi ancaman baru krisis iklim. Sayangnya, pemerintah dianggap belum mengelolanya dengan baik.
Karenanya, DETALKS dan Doctors for XR Indonesia memulai sebuah petisi di laman Change.org yang mendesak negara menjamin pengelolaannya secara transparan, cepat, dan ramah lingkungan. Hingga kini, petisi daring tersebut berhasil didukung lebih dari 29.000 warganet.
Seorang perwakilan pembuat petisi, Amalia Renjana, lalu menceritakan bagaimana pengelolaan limbah medis yang baik dan ramah lingkungan memengaruhi kehidupan setiap orang.
"Saya memiliki teman di Tebet, Jakarta, yang bingung dan takut karena mau dibangun insinerator karena takut menjadi sumber polusi udara lagi. Padahal, tidak semua limbah medis harus dikelola menggunakan pembakaran," ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (25/8).
Sebagai informasi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana membangun fasilitas pengelolaan sampah antara (FPSA) di Taman Tebet, Jakarta Selatan. Proyek diklaim ramah lingkungan dengan dalih telah terdaftar dalam Registrasi Teknologi Ramah Lingkungan Pemusnah Sampah Domestik serta telah dilakukan pengujian kualitas udara di laboratorium.
FPSA Tebet pun diklaim sebagai pengolahan sampah terpadu dengan recycling center, biogester, pirolisis, BSF Manggot, insinerator, dan fly ash and bottom ash (FABA). Karenanya, diupayakan hanya bakal mengolah sampah tak terolah.
Inisiator petisi lainnya, dr. Dimas Almakna dari Doctors for XR, menambahkan, pengelolaan limbah medis di fasilitas kesehatan (faskes) hingga kini belum memadai. Nahasnya, kebanyakan faskes mau mengelola limbah medisnya tidak didorong kesadaran.
"Padahal, sebagai tenaga medis, diperlukan juga aksi dan kesadaran dari diri," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Medrilzam, mengungkapkan, persoalan limbah medis masih menjadi permasalahan besar. Pemanfaatan insenerator, salah satunya, sekalipun telah tepercaya.
"Ada lima jenis alat pengelola limbah medis dan semuanya sudah proven, terbukti. Insinerator, teknologinya kalau diterapkan dengan baik, bisa bekerja dengan baik," ujarnya.
"Tetapi kalau di Indonesia," sambungnya, "sampai hari ini saya belum pernah lihat ada yang dijalankan dengan benar. Dari segi manajemen masih banyak persoalannya, malah jadi seperti tungku."