Seminggu menjelang Hari Bumi 2019 yang mengampanyekan Lindungi Spesies Kita, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengeluarkan dokumen Non-Detriment Finding (NDF) hiu lanjaman atau carcharhinus falciformis sebagai acuan ilmiah pengelolaan dan pemanfaatan secara berkelanjutan spesies hiu di Indonesia.
Sebagai pemegang otoritas keilmuan Konvensi Perdagangan Internasional untuk Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES), Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Dirhamsyah, mengatakan LIPI merekomendasikan kuota tangkap sebesar 80 ribu untuk 2019 dengan minimum ukuran panjang tubuh dua meter (m) atau dengan berat minimum 50 kilogram (kg).
“Artinya pemanfaatan hiu lanjaman dapat dilakukan dan tidak mengganggu populasinya di alam dengan syarat melakukan pembatasan jumlah tangkapan melalui sistem kuota dan mengatur ukuran hiu lanjaman yang boleh dimanfaatkan,” kata Dirhamsyah.
Ada 12 spesies hiu dan sembilan diantaranya hidup di Indonesia, termasuk hiu lanjaman (Carcharhinus spp). Dari data Statistik Perikanan 2015, 60% total produksi hiu di Indonesia adalah kelompok hiu lanjaman seluruh famili Carcharhinidae dan 54% di antaranya merupakan hiu lanjaman jenis Carcharhinus falciformis.
Hiu adalah salah satu kelompok spesies paling terancam di dunia. Berdasarkan daftar Uni Internasional untuk Konvensi Alam (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources/IUCN) setidaknya sekitar 31% hiu dunia terancam kepunahan.
Perlindungan terhadap hiu telah menjadi salah satu agenda penting di tingkat global melalui mekanisme CITES, dengan memasukkan 12 spesies hiu dalam Apendix II atau tidak segera terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila tidak dimasukkan ke dalam daftar perlindungan dan perdagangannya terus berlanjut.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) 2015, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat eksploitasi hiu tertinggi di dunia dan menyumbang sekitar 13% dari produksi hiu global.
Dokumen NDF
Sejak 2018, LIPI bekerja sama dengan United States Agency for International Development lewat program USAID BIJAK mengembangkan metodologi penelitian dan protokol untuk menentukan tingkat pemanfaatan yang berkelanjutan terhadap spesies yang terancam.
“Diharapkan proses pembuatan dokumen NDF hiu lanjaman ini menjadi contoh bagi pengembangan dokumen NDF lainnya dan dapat meningkatkan perlindungan spesies hiu dan pari lainnya yang terancam punah,” kata Dirham.
Dokumen NDF merupakan analisis resiko pemanfaatan hiu yang terdaftar dalam Apendiks II CITES berdasarkan aspek biologi, perikanan, pemanfaatan dan pengelolaan hiu lanjaman saat ini.
“Dokumen NDF juga merekomendasikan perbaikan pencatatan produksi dan pemanfaatan hiu lanjaman, perlindungan habitat penting seperti lokasi memijah, melahirkan dan pengasuhan anakan serta penghentian praktik pengambilan sirip hiu dan membuang sisa tubuhnya, baik dalam keadaan hidup atau mati ke laut,” lanjutnya.
Wakil Direktur USAID Kantor Lingkungan Hidup Jason Seuc berharap kebijakan NDF untuk hiu lanjaman dapat meningkatkan kesadaran dan upaya-upaya konservasi, mengurangi perdagangan ilegal satwa liar, dan memulihkan populasi spesies ini secara alami. (Ant)