Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan, seluruh tersangka yang berada di rutan mendapatkan haknya sebagai tahanan, termasuk Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Bahkan, KPK memenuhi permintaan perihal makanan yang perlu dikonsumsi politikus Partai Demokrat tersebut.
"Dia (Lukas) menginginkan agar makan umbi-umbian, kami penuhi itu," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, dikutip Rabu (22/2).
Ali menuturkan, permintaan itu menjadi kekhususan tersendiri bagi Lukas yang berstatus tahanan KPK terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua.
"Tetapi untuk menu khusus tersangka ini, karena memang sekali lagi ada kekhususan tadi itu, kami sediakan itu (umbi-umbian)," tutur Ali.
Disampaikan Ali, KPK juga menyediakan fasilitas dan layanan kesehatan yang memadai di rutan dalam melaksanakan upaya paksa penahanan pada proses penanganan perkara. Hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
Untuk memastikan layanan dan fasilitas kesehatan tersebut diperoleh para tahanan, KPK juga memiliki poliklinik yang dilengkapi dua dokter.
"Yang bertugas di antaranya untuk memeriksa kondisi kesehatan para tahanan," ujarnya.
Ali menyebut, KPK dan tim medis berkomitmen untuk terus melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan Lukas Enembe dan para tersangka korupsi lainnya yang menjalani masa penahanan di rutan.
"KPK berkomitmen untuk selalu menjunjung tinggi hak-hak dasar para pihak yang berperkara di KPK, termasuk hak mendapatkan layanan dan fasilitas kesehatan bagi para tahanan," tutur Ali.
Pada perkara ini, KPK telah menjerat Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe dan Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) sebagai tersangka. KPK sebelumnya sempat melakukan upaya paksa penangkapan langsung terhadap Lukas di Jayapura, hingga akhirnya menjalani masa tahanannya di rutan.
Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka. Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Temuan lain KPK menduga Lukas juga telah menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar.
Sebagai pemberi, Rijatono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas, sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.