Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe kembali menyurati pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar diizinkan berobat ke Singapura. Diketahui, Lukas saat ini ditahan di rutan KPK dengan statusnya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Provinsi Papua.
Dalam surat terbarunya, Lukas memilih 'mogok' minum obat-obatan yang disediakan tim dokter KPK di rutan. Hal itu diungkapkan pengacara Lukas, Petrus Bala Pattyona usai mengunjungi kliennya pada Selasa (21/3).
"Bapak Lukas Enembe menolak minum obat-obatan yang disediakan dokter KPK karena tidak ada perubahan atas sakit yang dideritanya sejak Bapak Lukas meminum obat yang disediakan dokter KPK. Dan buktinya, kedua kaki klien saya juga masih bengkak sampai saat ini dan jalannya pun tertatih-tatih," kata Petrus kepada wartawan, dikutip Kamis (23/3).
Surat pernyataan Lukas itu disampaikan kepada pimpinan KPK, penasehat hukum, serta dokter KPK di Jakarta. Petrus mengklaim surat tersebut sudah diserahkan ke Bagian Penerimaan Surat KPK pada 21 Maret 2023.
Petrus bilang, Lukas juga meminta agar dirinya menjalani pengobatan di rumah sakit Singapura. Permintaan itu disampaikan lantaran, menurutnya, para tenaga medis di RS Mount Elisabeth Singapura lebih memahami kondisi kesehatan kliennya.
"Saya ini orang sakit yang seharusnya mendapat perawatan di rumah sakit dan bukan ditempatkan di Rutan KPK," demikian bunyi petikan surat Lukas Enembe seperti disampaikan Petrus.
Ini merupakan surat kedua yang dikirimkan Lukas kepada pimpinan KPK. Sebelumnya pada Januari 2023, tim pengacara menerima surat yang ditulis tangan sendirian oleh Lukas. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua KPK Firli Bahuri.
Dalam suratnya, Lukas menuliskan kondisi kesehatannya memburuk selama berada di tahanan. Ia pun menagih janji dan meminta Firli memberangkatkan dirinya untuk berobat ke Singapura.
"Dengan hormat, Bapak Ketua yang saya hormati sesuai dengan komitmen dan janji Bapak bulan lalu untuk berobat di Singapura. Kondisi kesehatan saya semakin tidak baik selama di Rumah Tahanan KPK. Tolong Bapak mengerti kesehatan saya ini untuk segera (memberangkatkan) saya ke Singapura dalam minggu ini. Demikian lah hormat saya dalam permohonan surat ini untuk dimaklumi," demikian isi surat Lukas kepada Firli yang ditulis pada Minggu (29/1).
KPK sebelumnya sempat melakukan upaya paksa penangkapan langsung terhadap Lukas di Jayapura, hingga akhirnya menjalani masa tahanannya di rutan. Pada perkara ini, KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka, sebagai tersangka.
Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka. Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Temuan lain KPK menduga Lukas juga telah menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar.