Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (28/8) lalu, kembali menguak bobroknya penegak hukum Indonesia. Mahkamah Agung (MA) selaku pemegang kuasa kehakiman, tak ingin noktah ini merusak citra baik yang selama ini diupayakan.
Karenanya MA akan merespons hal ini dengan melakukan pembenahan dan menjalankan langkah-langkah percepatan reformasi birokrasi yang selama ini telah dilakukan.
Langkah-tersebut meliputi pelaksanaan Sertifikasi Akreditasi Penjaminan Mutu (SAPM) Pengadilan, Pengembangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), implementasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), pengunggahan putusan pengadilan yang sudah mencapai lebih dari dua juta putusan, dan implementasi pengadilan elektronik (e-court) untuk menunjang terwujudnya peradilan cepat.
“Mahkamah Agung saat ini tengah giat berusaha untuk melaksanakan reformasi birokrasi melalui pembangunan zona integritas, dalam rangka mewujudkan wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM)," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah, di kantornya, Kamis (30/8).
Pada tahun 2018, penilain mandiri reformasi birokrasi yang didapat MA mencapai 88,43. Angka ini mengalami peningkatan dari 74,05 pada 2017. Maka dari itu, MA akan terus berusaha menjaga citra ini agar tetap baik. MA juga akan berusaha untuk terus merawat kemuliaan hakim.
Selain itu, MA juga telah menerapkan ISO 37001 pada Sistem Manajemen Anti Suap dan mengembangkan sistem informasi pengawasan (SIWAS), sebagai bagian dari upaya pengawasan.
Sunarto juga berharap dengan diterapkan sistem yang seperti ini, tidak ada lagi hakim yang terjerat dalam kasus korupsi, kolusi dan nepotisme. Singkatnya, kata dia, MA tak akan pernah lelah untuk terus menjaga amanat penegakkan hukum di Indonesia.
Wakil Ketua MA bidang non Yudisial, MS Sunarto, menyampaikan keprihatinannya dengan penangkapan hakim di PN Medan. Sunarto yang juga Kepala Badan Pengawas MA, berharap penerapan sistem reformasi birokrasi, menjadikan tidak ada lagi hakim yang terjerat dalam kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme. MA, kata dia, tak akan pernah lelah untuk terus menjaga amanat penegakkan hukum di Indonesia.
“Padahal kita tidak kurang-kurang melakukkan pembinaan. Tapi mau gimana lagi, kalau belum mendapat hidayah ya susah,” kata Sunarto.