Mahkamah Agung (MA) kembali mendapatkan sorotan setelah memberikan keringanan hukuman kepada terpidana korupsi. Namun MA menilai putusan tersebut telah sesuai dengan mekanisme hukum.
Kepala Kamar Pidana Mahkamah Agung Suhadi menegaskan, hakim pengadilan agung yang memeriksa perkara Peninjauan Kembali (PK) terpidana korupsi sudah melakukan sesuai mekanisme hukum.
"Semua hakim melaksanakan tugas berdasarkan hukum. Sudah ada hukum acara yang menuntun mereka untuk menyelesaikan perkara," kata Suhadi di Media Center Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Jumat (5/4).
Perbedaan pandangan soal perkara lazim terjadi, bahkan ada juga putusan yang tidak sesuai ekspektasi publik. Namun begitu, hakim memiliki indepensi dalam memeriksa perkara.
Dalam mengambil putusan, hakim memiliki pertimbangan hukum. Tidak hanya aspek keadilan, tetapi juga mempertimbangkan asas sosial dan kemanfaatan saat menggunakan kewenangannya.
Sebelumnya, narapidana korupsi ramai-ramai mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA. Upaya hukum luar biasa melalui PK itu bertepatan dengan pensiunnya salah satu hakim MA, Artidjo Alkostar pada 22 Mei 2018.
Indonesia Corruption Watch (ICW) sudah menyoroti langkah koruptor tersebut. ICW khawatir pengajuan PK oleh terpidana korupsi karena rendahnya komitmen hakim terhadap pemberantasan korupsi.
MA sudah menyunat masa hukuman dua teridana korupsi, yakni Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangeng dan Suroso Atmomartoyo.
Choel Mallarangeng sebelumnya divonis hakim 3,5 tahun penjara. Hakim MA mengabulkan PK sehingga Choel dikurangi masa kurangan menjadi 3 tahun penjara.
Sementara terhadap Suroso Atmomartoyo yang merupakan mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina, MA memutuskan Suroso tidak diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$190 ribu. Putusan sebelumnya, Suroso Atmomartoyo divonis tujuh tahun penjara, denda Rp200 juta dan membayar uang pengganti sebesar US$190 ribu.