Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi Bupati Lampung Selatan nonaktif, Zainudin Hasan.
"KPK mengapresiasi putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi terdakwa Zainudin Hasan dan menerima permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum KPK," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu.
Fikri menuturkan, KPK juga telah menerima kutipan putusan kasasi Zainudin tersebut pada Kamis (30/1). "KPK masih menunggu salinan putusan lengkapnya untuk selanjutnya dilakukan eksekusi terhadap Zainudin Hasan," kata Ali.
Juru Bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, juga telah menginformasikan perihal putusan kasasi Zainudin tersebut.
"Perkara No. 113 K/Pid.SUS/2020 atas nama Zainudin Hasan diputuskan Selasa, 28 Januari 2020, amar putusan tolak (kasasi) terdakwa, kabul (kasasi) penuntut umum. Terbukti dakwaan pertama, kedua, ketiga, keempat," ucap Andi.
Atas putusan kasasi MA tersebut, adik Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan itu tetap divonis 12 tahun penjara sama seperti putusan pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang pada 25 April 2019 lalu.
"Pidana penjara 12 tahun, pidana denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, uang pengganti Rp66.772.092.145 subsider 2 tahun penjara," ungkap Andi.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, menjatuhkan vonis selama 12 tahun penjara terhadap Zainudin, terdakwa kasus tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) suap fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Lampung Selatan.
Dalam vonis tersebut, hakim juga menjatuhkan kepada terdakwa Zainudin membayar denda yang telah ditetapkan sebesar Rp500 juta subsider pidana kurungan lima bulan penjara.
Perbuatan terdakwa Zainudin dinilai telah merugikan negara. Dengan itu hakim kembali menjatuhkan uang pengganti sebesar Rp66.772.092.145 dan dibayarkan setelah satu bulan putusan.
Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati juga memberikan hukuman tambahan kepada terdakwa Zainudin dengan hukuman pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokoknya.